Rabu, 27 Mei 2009

SEROSIS HEPATIS

A.Definisi
Sirosis hati menggambarkan keadaan beberapa penyakit yang ditandai dengan adanya difus dan fibrosis hati akibat perubahan struktur hati yang drastis dan hilangnya fungsi hati. Proses yang mendasari timbulnya siresis adalah kematian sel-sel hati dengan pembentukan jaringan perut dan regenerasi masa sel yang menyebabkan distorsi struktur sistem limfa dan lapisan kapiler (sinusoid) memperlambat aliran darah vena porta dan kemudian meningkatkan volume dan tekanan pada vena porta.

B. Klasifikasi
Secara mikroskopi sirosis dibagi atas 3 golongan, yaitu:
1. Golongan sirosis hati makronodular dikaitkan dengan keadaan hepatitis yang berat atau nekrosis yang luas dan dikenal dengan nama sirosis posnekrotik/poshepatitis.
2. Golongan sirosis hati mikronodular dikaitkan dengan sirosis hati oleh alkohol atau akibat gangguan gizi yang dikenal dengan nama sirosis laennec atau nutritional cirrosis.
3. Sirosis campuran, umumnya adalah jenis campuran keduanya (mikro dan makronodular).

C. Patofisiologis
Sirosis adalah tahap akhir pada beberapa tipe gangguan hepar. Hepar sirosis biasanya mempunyai konsistensi nodular, dengan pita-pita fibrosis (jaringan parut) dan area kecil jaringan regenerasi. Disini terjadi kerusakan luas hepatosit. Perubahan pada arsitektur hepar ini mengubah aliran pada sistem vaskuler dan limfatik serta saluran duktus empedu. Eksesarbasi periodik ditandai dengan statis empedu, mencetuskan ikterik.





Hipertensi portal terjadi pada sirosis hepar. Mengingat bahwa vena portal menerima darah dari usus dan limpa. Jadi, peningkatan tekanan pada vena portal menyebabkan:
1. Peningkatan retrograd pada tahanan tekanan dan pembesaran esofagus, umbilikus, dan vena rektus superior, yang dapat menyebabkan perdarahan varises.
2. asites (akibat perpindahan osmotik atau hidrostatik yang menimbulkan akumulasi cairan pada peritoneum).
3. Pembersihan tidak lengkap sisa-sisa metabolik protein, menimbulkan peningkatan amonia, sehingga menimbulkan ensefalopati hepatik.
Berlanjutnya proses karena ketidaktahuan penyebab atau penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian karena ensefalopati hepatik, infeksi bakteri (gram negatif), peritonitis (bakterial), hepatoma (tumor hepar), atau komplikasi hipertensi portal. Komplikasi utama dari sirosis hepatitis adalah:
1. Ensefalopati hepatik yang disebabkan oleh peningkatan kadar amonia darah.
2. Asites yang disebabkan oleh eksaserbasi dari cairan serosa di rongga peritoneal yang disebabkan oleh peningkatan hipertensi portal, reabsorpsi natrium renal, dan penurunan albumin serum.
3. Hipertensi portal yang disebabkan oleh obstruksi sirkulasi portal dari kerusakan jaringan hepar lanjut.
4. Sindrom hepatorenal yang disebabkan oleh dehidrasi atau infeksi.
5. Gangguan endokrin yang disebabkan oleh depresi sekresi gonadotropin.
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumalh laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 hingga 60 tahun.

D. Manifestasi Klinik
1. Pembesaran hati
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan terkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis. Dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites.
3. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga mengakinatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal.
4. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemogarik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang menganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-sehari.
6. Kemunduran Mental
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

E. Evaluasi Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah
b. Kenaikan kadar enzim transaminase/SGOT, SGPT
c. Albumin
d. Pemeriksaan CHE (kolinesterase)
e. Pemeriksaan kadar elektrolit
f. Pemanjangan masa protrombin
g. Peninggian kadar gula darah
h. Pemeriksaan marker serologi


2. Pemeriksaan jasmani
a. Hati (perkiraan besar hati)
b. Limpa
Pembesaran limpa diukur dengan:
Schuffner (hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (SI-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan.
c. Perut dan ekstra abdomen
d. Manifestasi di luar perut
3. Pemeriksaan penunjang lainnya
a. Radiologi
b. Esofagoskopi
c. Ultrasonografi
d. Sidikan hati
e. Tomografi komputerisasi
f. ERCP
g. Angiografi

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medikal
Empat tujuan pedoman penatalaksanaan medikal terhadap klien sirosis :
a. Mengkaji komplikasi penurunan: asites, pendarahan, varises esofagus, ensefalopati hepatik. Semua itu merupakan komplikasi sirosis yang menakutkan. Gagal ginjal (sindrom hepatorenal) dan infeksi juga mematikan.
b. Memaksimalkan fungsi hepar. Meskipun sirosis bersifat progresif, gangguan degeneratif, tahap-tahap penatalaksanaan untuk meminimalkan resiko-utama dan memaksimalkan regenerasi, karenanya memperlambat perjalanan penyakit dan memperpanjang hidup. Pada sirosis pascaekrotik atau pasca-sirosis hepatik, dokter memberikan kortikosteroid, untuk menurunkan manifestasi sirosis adn memperbaiki fungsi hepar.
c. Pengobatan penyebab dasar. Ini penting bahwa pemajanan pada hepatotoksik dibatasi, penggunaan alkohol dihindari, dan obstruksi bilier diangkat.
d. Pencegahan infeksi. Tujuan ini dicapai dengan tirah baring, diet dan kontrol lingkungan. Sebelum penemuan antibiotik, infeksi adalah penyebab utama mortalitas pada sirosis.
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan medikal untuk pendarahan varises (komplikasi sirosis) meliputi vasokonstriktor penyekat beta adrenergik, tamponade balon, skeloterapi, dan ligasi endoskopik terhadap varises. Vitamin B dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) umumnya diberikan pada klien dengan sirosis laƫnnec. Obat-obat lain dapat digunakan untuk mengatasi komplikasi seperti diuretik untuk asites. Kortikosteroid digunakan untuk sirosis pasca-nekrotik.
3. Penatalaksanaan Diet
Diet bergizi dianjurkan untuk sirosis. Diet harus mencakup kalori dan protein adekuat (75-100 g/hari) kecuali ada ensefalopati hepatik. Bila ada retensi cairan, batasi natrium. Masukan lemak tidak perlu dibatasi.










RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Subjektif
a. Tingkat kelelahan dan jumlah istirahat yang diperlukan.
b. Adanya pruritus dan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkannya.
c. Beratnya anorexia, pola asupan makanan kesukaan dan yang tidak disukai.
d. Nausea / vomitus
e. Riwayat edema kaki atau asites.
f. Perubahan suasana hati, kewaspadaan, dan kemampuan mental.
g. Nyeri : onset, lokasi, tindakan untuk menghilangkannya.
h. Episode pendarahan, “ringan kepala” atau kejang,
i. Agen alergi / agen toksik yang diketahui.
2. Data Objektif
a. Berat badan
b. Tanda-tanda vital
c. Penampilan umum : masa otot, status nutrisional, warna kulit dan selera.
d. Status mental
e. Suara pernafasan dan usaha pernafasan.
f. Abdomen, termasuk lingkaran perut
g. Kulit : warna, bercak pendarahan
h. Ekstremitas : edema
i. Warna urin dan feses

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d diet tidak adekuat, ketidakmampuan untuk memproses atau mencerna makanan.
2. Perubahan status nutrisi b.d gastritis kronis, penurunan motilitas gastrointestinal dan anoreksia.
3. Gangguan integritas kulit b.d gangguan status imunologi, edema, dan nutrisi yang buruk.
4. Resiko untuk cedera b.d perubahan mekanisme pembekuan dan hipertensi portal.

C. Hasil Yang Diharapkan
1. Menunjukkan peningkatan bereat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.
Penderita sirosis yang tidak mengalami asites atau edema dan tidak memperlihatkan tanda-tanda koma yang membakat harus mendapatkan diet yang bergizi dan tinggi protein dengan penambahan Vitamin B Kompleks, Vitamin A, C, K dan Asam Folat. Pasien dengan anoreksia yang lama atau berat atau pasien yang muntah dan tidak dapat makan karena alasan apapun dapat memperoleh makanan melalui kateter lambung (NGT) atau nutrisi parenteral total. Pasien dengan feses berlemak harus mendapatkan vitamin larut dalam lemak A, D, E, Asam Folat dan Besi perlu diresepkan untuk mencegah anemia. Jika pasien memperlihatkan tanda-tanda koma yang berlanjut, diet rendah protein dapat diberikan untuk sementara waktu. Asupan kalori yang tinggi harus diperlihatkan dan suplemen vitamin mineral perlu diberikan.
2. Perawatan kulit
Perawatan kulit yang teliti perlu dilakukan sehubungan dengan adanya edema subkutan, imobilitas pasien, ikterus dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi serta luka pada kulit. Perubahan posisi diperlukan untuk mencegah dekubitus. Penggunaan sabun yang iritatif dan plester harus dihindarkan untuk mencegah trauma kulit. Losion dapat mendinginkan kulit yang iritatif, tindakan ini diperlukan agar pasien tidak terus menggaruk kulitnya.
3. Pengurangan resiko cedera
Penderita sirosis hepatitis harus dilindungi terhadap kemungkinan terjatuh dan cedera lainnya. Rel penghalang disamping tempat tidur harus dipasang dan diberi bantalan selimut yang lembut untuk mengurangi resiko bila pasien mengalami gelisah atau berontak (agitasi). Pasien harus diberitahu agar memiliki orientasi terhadap tempat serta waktu dan semua prosedur perlu dijelaskan untuk mengurangi kemungkinan agitasi. Kepada pasien diinstruksikan untuk meminta bantuan saat akan turun dari tempat tidur. Setiap cedera harus dievaluasi dengan cermat karena kemungkinan terjadinya pendarahan internal.



D. Intervensi dan Rasional



1. Memperlihatkan kemampuan untuk turut serta dalam aktivitas
a. Merencanakan aktivitas dan latihan serta periode istirahat secara bergantian.
b. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien.
c. Memperlihatkan peningkatan berat badan tanpa pertambahan edema dan pembentukan.
d. Turut serta dalam asuhan higienik.
2. Meningkatkan asupan nutrisi
a. Memperlihatkan asupan nutrien yang tepat dan pantang alkohol.
b. Menaikkan berat badan tanpa pertambahan edema dan pembentukan asites.
c. Melaporkan peredaan gangguan gastrointestinal dan anoreksia.
d. Mengenali makanan dan cairan yang bergizi yang diperbolehkan.
e. Mengikuti terapi vitamin.
f. Menjelaskan dasar pemikiran mengapa pasien harus makan sedikit-sedikit tapi sering.
3. Memperlihatkan perbaikan integritas kulit
a. Memperlihatkan kulit utuh tanpa bukti luka, infeksi atau trauma.
b. Menunjukkan turgor kulit normal.
c. Mengubah posisi dengan sering dan menginfeksi prominensia (tonjolan) setiap hari.
d. Menggunakan losion untuk meredakan pruritus.
4. Tidak menunjukkan cedera
a. Bebas dari daerah-daerah pembentukan hematom.
b. Menyatakan dasar pemikiran untuk memasang penghalang disamping tempat tidur dan minta bantuan ketika turun dari tempat tidur.
c. Melakukan tindakan untuk mencegah trauma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar