Selasa, 26 Mei 2009

askep Emfisema

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Emfisema paru diidentifikasikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar Bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Bagian tubuh yang terkena adalah alveoli (kantung udara ukuran mikroskopik dalam paru). Usia penderita biasanya dimulai antara umur 55 tahun dan 75 tahun.

Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang irreversibel. Dibarengi dengan bronkitis kronik, kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan.

Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Individu yang secara genetik sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen) dan pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif kronik.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang emfisema dalam Askep Pernapasan. Untuk itu, pokok masalah yang kami bicarakan adalah :

1. Konsep dasar yang terdiri dari,

a. Pengertian

b. Klasifikasi

c. Etiologi

d. Patofisiologi

e. Manifestasi klinis

f. Pemeriksaan diagnostik

g. Penatalaksanaan

h. Komplikasi

i. Prognosis

2. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

b. Diagnosa keperawatan

c. Intervensi keperawatan

d. Evaluasi

C. Tujuan

1. Memberikan informasi tentang emfisema.

2. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang emfisema, baik gejala maupun mengatasinya agar dapat diatasi sejak dini.

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Emfisema paru didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.

Emfisema paru adalah kondisi paru menahun dimana kantung udara dalam paru menjadi sangat teregang, sehingga merusak elastisitas serat yang membuka dan menutup kantung udara selama bernafas.

Emfisema pulmonari adalah perubahan anatomis dari parenhim paru yang ditandai oleh pembesaran abnormal alveoli dan duktus alveolar serta kerusakan dinding alveolar.

B. Klasifikasi

1. Paniobular (panacinar)

Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar dengan sedikit penyakit inflamasi. Pasien dengan emfisema jenis ini secara khas mempunyai dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas dan penurunan berat badan. Istilah “Pink Puffer” kadang digunakan dalam menggambarkan pasien ini, karena pasien tetap “pink” atau teroksigenasi dengan baik sampai penyakit menjadi terminal.

2. Sentrilobular (centroacinar)

Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder dan porsi perifer dari Asinus tetap baik. Sering kali terjadi kekacauan rasio perfusi ventilasi yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia(peningkatan CO2 dalam arteri) polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal nafas. Pasien disebut “bule bloater”

C. Etiologi

1. Bertahun-tahun merokok sigaret

2. Polusi udara

3. Peradangan kantung udara dalam paru

4. Kekurangan tripsin turunan

Resiko meningkat jika

1. Pekerjaan yang membutuhkan nafas ekstra seperti peniup hiasan kaca atau memainkan alat musik.

2. Infeksi paru berulang yang menurunkan fungsi jaringan paru.

3. Alergi atau riwayat keluarga terhadap alergi.

D. Patofisiologi

Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas, yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang dipercepat oleh infeksi kambuhan), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinyu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru di mana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri (disebut hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor-pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah.

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai oleh peningkatan tahanan jalan napas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot sesak napas klien terus meningkat, dada menjadi kaku dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

Pada beberapa jenis kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang belakang bagian atas secara abnormal bentuknya menjadi membulat atau cembung. Beberapa pasien membungkuk ke depan untuk dapat bernapas, menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Refraksi fosa supraklavikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada penyakit lebih lanjut, otot-otot abdomen juga berkontraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan progresif dalam kapasitas vital. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume ekspirasi kuat dalam 1 detik dengan kapasitas vital (FEV1:VC) rendah. Hal ini terjadi karena elastisitas alveoli yang mengalami kerusakan dan jalan napas yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan. Kemampuan untuk mengadaptasi terhadap perubahan kebutuhan oksigenasi sangat terganggu.

E. Manifestasi Klinik

1. Tidak ada gejala pada stadium awal (seringkali)

2. Serak napas yang meningkat keparahannya selama bertahun-tahun.

Serak napas/ dispnea adalah gejala utama emfisema dan mempunyai awitan yang membahayakan. Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan riwayat batuk kronis yang lama, mengi, serta peningkatan napas pendek dan cepat (takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernapasan.

a. Hasil inspeksi :

1) Pasien biasanya tempat mempunyai barrel chest akibat terperangkapnya udara.

2) Penipisan masa otot.

3) Pernapasan dengan bibir dirapatkan.

b. Hasil parpasi dan perkusi :

1) Ditemukan hipersonans

2) Penurunan fremitus ditemukan pada seluruh bidang paru.

c. Hasil Auskeltasi

Tidak terdengarnya bunyi napas dengan krekles, ronki, dan perpanjangan ekspirasi.

Kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi (hiperkapnia) terjadi pada tahap lanjut penyakit.

3. Mengi dan batuk yang menghasilakn riak sedikit.

4. Anoreksia, penurunan berat badan dan kelemahan umum terjadi.

5. Vena leher mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.

6. Pemeriksaan fisik menunjukkan tidak terdengarnya bunyi napas dengan ronki dan ekspirasi memanjang, hipereronans saat perkusi dan penurunan fremitus taktil.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Rontgen dada

Menunjukkan hiperinflasi paru, pendataran diagfragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan marking vaskular / bullae.

2. Uji fungsi paru

Kapasitas inspiratori menurun, dan volume residu meningkat, TLC (kapasitas paru total) menurun.

3. AGD

PaOd menurun, PaCO2 normal atau meningkat, PH normal atau asidosis, respirasi alkalosis ringan sekunder akibat hiperventilasi, untuk mengkaji fungsi ventilasi dan pertukaran gas pulmonari.

4. Hitung darah lengkap (HDL)

G. Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi obstruksi jalan napas, untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik mencakup:

1. Tindakan pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan upaya bernapas.

2. Pencegahan dan pengobatan cepat infeksi.

3. Teknik terapi fisik unuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonari.

4. Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan.

5. Dukungan psikologis

6. Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang bersinambungan.

Bronkodilator untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat ini melawan baik edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu baik dalam mengurangi obstruksi jalan napas maupun dalam memperbaiki pertukaran gas. Medikasi ini mencakup agonis dan adrenergik (metaproterenol, isoproterenol) dan metilxantin (teofilin, aminofilin) yang menghasilkan dilatasi bronkial melalui mekanisme yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal, atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser balon genggam, nebuliser dorongan pompa, inhaler dosis terukur, atau IPPB.

Efek samping Bronkodilator :

1. Takikardia

2. Disritmia jantung

3. Perangsangan sistem saraf pusat

4. Mual muntah (metilxantin)

Terapi Aerosol (Aerosolisasi proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus). Ukuran partikel dalam kabut aerosol harus cukup kecil untuk memungkinkan medikasi. Aerosol yang dinebuliser menghilangkan bronkospasme, menurunkan edema mukosa dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu mengendailkan proses inflamasi dan memperbaiki fungsi ventilasi.

Pengobatan infeksi pasien dengan emfisema rentan terhadap infeksi paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S. Pneumonia, H. Influenza, dan Branhomella Catarrhalis adalah organisme yang paling umum pada infeksi tersebut. Terapi antimiroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin.

1. Tindakan umum :

a. Jangan merokok

b. Hindari menghirup zat-zat yang mengiritasi

c. Jika Anda bekerja pada suatu daerah yang terpolusi, lakukan apa saja untuk mengurangi pemajanan, ganti pekerjaan bila perlu.

d. Pasanglah AC dengan filter dan pengendali kelembaban di rumah.

e. Rawatlah setiap alergi yang mengikuti untuk mencegah memburuknya emfisema.

f. Hindari perubahan suhu dan kelembaban yang mendadak, bicara yang keras, tertawa, menangis, atau pengeluaran tenaga, jika ini memicu serangan batuk.

g. Sikatlah gigi Anda dengan teratur untuk mengurangi kemungkinan infeksi mulut.

h. Angkatlah kaki tempat tidur dan sandarkan pada blok 4 atau 5 inchi. Ini membantu mencegah lendir berakumulasi dalam bagian daerah paru.

i. Belajarlah dan praktekkan latihan pernapasan. Tanyakan petunjuknya kepada dokter.

j. Aktifitas akan dibatasi, tetapi tetaplah aktif selama badan Anda memungkinkan.

k. Diet, kecuali Anda menderita gagal jantung kongestif, minumlah sedikitnya 8 gelas air setiap hari. Ini bisa menipiskan sekresi paru sehingga dapat dibatukkan keluar dengan lebih mudah.

2. Pencegahan :

a. Jangan merokok

b. Hindari tempat yang udaranya terpolusi

c. Olah raga ringan di udara terbuka dan segar.

d. Cegahlah flu dan influenza dengan imunisasi.

e. Hindari kontak dengan penderita infeksi pernapasan.

f. Antibiotik untuk infeksi paru.

H. Komplikasi

1. Kerentanan terhadap infeksi

2. Penyakit paru obstruktif yang menahun.

3. Kegagalan pernapasan

4. Gagal jantung kongestif

I. Prognosis

Tidak dapat disembuhkan tetapi gejalanya dapat dikendalikan untuk menahan perkembangan dan keparahan penyakit, walaupun emfisema mengurangi harapan hidup banyak penderita yang dapat hidup bertahun-tahun. Tanpa perawatan, komplikasi dapat membawa kematian.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Yang perlu dikaji pada pasien, antara lain :

1. Data Subjektif

a. Riwayat dan awitan gejala seperti dispnea, batuk, pembentukan sputum.

b. Riwayat merokok.

c. Riwayat keluarga tentang emfisema.

d. Pemajanan terhadap iritan lingkungan.

e. Modalitas perawatan diri.

f. Medikasi atau terapi yang diresepkan dan keampuhannya dalam meredakan gejala.

2. Data Objektif

a. Kaji penampilan umum: klien biasanya tampak kurus dengan dada membesar.

b. Kaji tanda-tanda vital: takikardia dan takipnea.

c. Pemeriksaan paru (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).

d. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium: AGD dan fungsi pulmonari.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa dapat ditegakkan, antara lain :

1. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan hipoksia jaringan sekunder akibat gangguan pertukaran gas darah atau keletihan.

2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan permukaan paru.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan sekresi atau penurunan mobilitas dalam paru-paru.

4. Harga diri rendah (situasional) yang berhubungan dengan perubahan dalam gaya hidup dan ketergantungan pada orang lain.

5. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang terpajan terhadap informasi.

C. Intervensi Keperawatan

1. Sering berikan waktu istirahat.

2. Ajarkan klien tentang teknik penghematan energi.

3. Dorong klien untuk melakukan pernapasan bibir.

4. Secara bertahap tingkatkan aktivitas.

→ Rasional : memperbaiki toleransi aktivitas

5. Kaji status pernapasan

→ Rasional : mendapatkan informasi dasar.

6. Berikan oksigen dengan aliran lambat sesuai instruksi

→ Rasional : banyak individu dengan PPOK bergantung kepada hipoksemia sebagai stimulus untuk bernapas.

7. Berikan latihan pernapasan

→ Rasional : menurunkan upaya pernapasan.

8. Berikan waktu istirahat

→ Rasional : meningkatkan toleransi.

9. Batasi pengunjung

10. Ajarkan klien tentang tindakan-tindakan pencegahan infeksi.

→ Rasional : mengurangi pemajanan terhadap infeksi.

11. Beri klien kesempatan untuk mengekspresikan kekhawatirannya.

→ Rasional : memungkinkan untuk komunikasi.

12. Berikan rasional setiap aktivitas yang penting.

13. Diskusikan dengan keluarga atau orang terdekat tentang pentingnya bagi klien untuk mempertahankan perannya dalam membina hubungan.

→ Rasional : mempertahankan rasa kontrol diri.

14. Bantu klien untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan pribadi yang dimiliki.

→ Rasional : meningkatkan harga diri.

15. Ajarkan klien tentang:

a. Sifat dari PPOK dan pentingnya untuk mematuhi terapi dan aktivitas yang diinstruksikan.

b. Medikasi dirumah dan rencana tindakan.

c. Rencana latihan fisik di rumah.

d. Penghindaran terhadap iritan pernapasan dan infeksi.

→ Rasional : meningkatkan kemampuan perawatan diri dan harga diri.

D. Evaluasi

1. Klien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi.

2. Klien menunjukkan pola napas yang efektif.

3. Klien menunjukkan bersihan jalan napas yang adekuat.

4. Klien dapat menjelaskan perubahan diet yang diharuskan.

5. Klien tetap terbebas dari infeksi.

6. Klien mencapai keseimbangan cairan.

7. Klien mempertahankan dan mencapai tingkat aktivitas optimal.

8. Klien memperagakan aktivitas-aktivitas untuk mengontrol respons stress terhadap gejala.

9. Klien menerapkan tindakan yang efektif untuk meningkatkan tidur.

10. Klien menyebutkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang harus dilaporkan pada tenaga kesehatan.

11. Klien memperagakan cara untuk melakukan program latihan spesifik yang harus dilakukan di rumah.

12. Klien menunjukkan aktivitas perawatan diri komprehensif.

13. Klien dapat menjelaskan tentang program medikasi atau pengobatan yang harus dipatuhi di rumah.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Emfisema paru didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Bagian tubuh yang terkena adalah alveoli. Pasien yang mengalami emfisema akan mengalami gejala di antaranya sesak napas, mengi, dan batuk. Oleh karena itu, diharapkan pasien segera melakukan tindakan keperawatan untuk memperbaiki ventilasi.

Obat yang dapat digunakan oleh pasien emfisema adalah bronkodilator, terapi aerosol, pengobatan infeksi seperti menggunakan tetrasiklin, selain itu pasien juga diharapkan agar tidak merokok.

B. Saran

Pasien dapat mengetahui informasi tentang emfisema dan hendaklah mulai hidup sehat dengan cara tidak merokok, menghindari zat-zat yang mengiritasi, dan lain-lain. Apabila terdapat gejala-gejala emfisema seperti yang telah disebutkan diatas, maka hendaklah segera memeriksakan ke dokter guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Ni Luh Gde Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah, Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : EGC

Smeltzer, C Suzanne. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddart edisi 8 vol.1. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar