Rabu, 27 Mei 2009

KOMPLIKASI AKUT DIABETES

A. KOMPLIKASI AKUT DIABETES
1. Hipoglikemia ( Reaksi Imun )
Hipoglikemia ( kadar glukosa darah yang ab normal rendah ) terjadi kalau glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/DL ( 2,7 – 3,3 mmol/liter ) kadar ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktifitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat, pada siang atau malam hari. Kejadian ini bisa di jumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda atau jika pasien lupa makan cemilan.
Gejala hipoglikemia dapat di kelompokan menjadi 3 kategori:
a. Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa darah menurun, system saraf simoatik akan teransang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikandi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
b. Hipoglikemia sedang
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan baker untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada system saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi , sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, pengliatan ganda dan perasaran ingin pingsan. Kombinasi semua gejala ini ( di samping gejala adrenergic ) dapat terjadi pada hipoglikemia sedang.
c. Hipoglikemia berat
Pada hipoglikemia berat, fungsi system saraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia yang dideritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit di bangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Gejala hipoglikemia dapat terjadi mendadak dan tanpa terduga sebelumnya. Kombinasi semua gejalatersebut dapat bervariasi antara pasien yang satu dengan yang lain, sampai derajat tertentu, gejala ini dapat berhubungan dengan tingkat penurunan kadar glukosa darah yang sebenarnya atau dengan kecepatan penurunan kadar tersebut.
2. ketoasidosis Diabetik
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis:
• Dehidrasi
• Kehilangan elektrolit
• Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua factor ini akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit ( seperti natrium dan kalium ). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan ( poliuri ) ini akan menybabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak ( lipolisis ) menjadi asam-asam lemak yang bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetic terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan Keton bersifat asam,dan bila beertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolic.
Ketosis dan asidosis yang merupakan cirri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala gastro intostinal seperti anorexia, mual, muntah, dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga dampaknya terjadi proses intra abdominal yang menentukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton ( bau manis seperti buah ) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu hiperventilasi ( disertai pernafasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit ) dapat terjadi. Pernafasan kusmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
Ada 3 penyebab utama diabetes ketoasidosis
1. insulin tidak diberikan / diberikan dengan dosis yang dikurangi.
2. keadaan sakit atau infeksi
3. manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak di obati.
3. Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar Non Ketosis
Singdrom hiperglikemi hioperosmolar non ketosis merupakan keadaan yang di dominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan di sertai tingkat kesadaran.
Kelainan dasar biokimia pada singdromini berupa kekurangan insulin efektif.
Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan dioresisosmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolik
Salah satu perbedaan utama antara singdrom HHNK dan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan osidosis pada sindrom HHNK. Perbedaan jumlah insulin yang terdapat pada masing-masing keadaan ini dianggap penyebab parsial perbedaan diatas. Pada hakekatnya insuln tidak terdapat pada DKA. Pada sindrom HHNK kadar insulin tidak rendah, meskipun tidak cukup mencegah hiperglikemia (dan selanjutnya dioresis osmotik). Namun sejumlah insulin kecil ini cukup untuk mencegah pemecahan lemak.
Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi, deidrasi berat(membran mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardi, dan tanda-tanda neorologis yang bervariasi(perubahan sensori, kejang-kejang, hemiparesis).
Keadaan ini paling sering pada individu yang berusia 50-70 tahun dan tidak memiliki riwayat diabetes tipe II yang ringan. Timbulnya tanda akut tersebut dapat diketahui dengan melacak beberapa kejadian pencetus, seperti sakit yang akut ( pneumonia, infark miokard, stroeke ), konsumsi obat-obat yang diketahui akan menimbulkan insufisiensi insulin ( preparat dioretik tiazida, propanorol ), atau prosedur terapeutik(dialisis teritonial / hemodialisis, nutrisi prarental total ). Pada sindrom HHNK akan teradi gejala poliuria selama berhari-hari hingga berminggu-minggu disertai asupan cairan yang tidak adekuat.
B. KOMPLIKASI KRONIS DIABETES
Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyarang semua system organ dalam tubuh. Kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim digunakan adalah:
• penyakit makrovaskuler
• penyakit mikrovaskuler
• neoropati
1. komplikasi makrovaskuler.
Berbagai tipe makrovaskuler dapat terjadi, tergantung pada lokasi lesi aterosklerotik.
Penyakit arteri koroner. Perubahan arterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan peningkatan insidens infrakmiokart pada penderita diabetes(dua kali lebih sering pada laki-laki dan tiga kali lebih sering pada wanita).
Salah satu ciri unuk pada penyakit arteri koroner yang diderita oleh pasien-pasien diabetes adalah tidak terdapatnya gejala iskemik yang khas, jadi, pasien tidak memperlihatkan tanda-tanda awal penurunan aliran darah koroner dan dapat mengalami infark miokartd asimtomatik (“silent”) diman keluhan sakit dada atau gejala khas lain tidak dialaminya.
Penyakit serebrovaskuler. Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus ditempat lain dalam system pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam rembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas (TIA= Transient Ischemic Attack) dan stroke. Penyakit serebrovaskuler pada pasien diabetes serupa dengan yang terjadi pada pasien non diabetes, kecuali dalam hal bahwa pasien diabetes berisiko dua kali lipat untuk terkena penyakit serebrovaskuler.
Penyakit vaskuler perifer. Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstrimitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insidens (dua atau tiga kali lebuh tinggi dibandingkan pada pasien-pasien non diabetes) penyakit oklusif arteri perifer pada pasien-pasien diabetes. Tanda-tanda dan gejala penyakit vaskuler perifer dapat mencakup berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudikasio intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan).
2. komplikasi mikrovaskuler.
Penyakit mikrovaskuler diabetic (atau mikroangiopati) da tandai oleh penebalan membrane basalis pembuluh kapiler. Membrane basalis mengelilingi sel-sel endobel kapiler. Ada dua tempat dimana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius, yaitu mikrosirkulasi retina mata dan ginjal.
a) Retinopati Diabetik
kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetic disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata. Ada tiga stadium utama retinopati, yaitu:
retinopati nonproliferatif (background retinopathy). Sebanyak 90% pasien diabetes (dengan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dengan baik) memperlihatkan manifestasi klinis yang membuktikan adanya retinopati nonproliteratif. Sebagian besar pasien ini tidak menderita gangguan penglihatan dan beresiko kecil untuk mengalami kebutaan di masa mendatang. Komplikasi retinopati, yaitu edema macula, terjadi pada kurang lebih 10% penderita diabetes tipe I dan II, dan dapat mengakibatkan distorsi visual srta kehilangan penglihatan sentral.
Retinopati praproliferatif. Keadaan yang merupakan bentuk lanjutan dari retinopati nonproliteratif ini dianggap sebagai pencetus terjadinya retinopati proliferatif yang lebih serius. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa 10% hingga 50% pasien dengan retinopati prapoliteratif akan menderita retinopati proliteratif dalam waktu yang singkat(mungkin hanya dalam waktu 1 tahun). Terjdi selama stadium preproliteratif, maka keadaan ini biasanya disebabkan oleh edema macula.
Retinopati proliteratif. Bahay terbesar yang mengancam penglihatan terjadi pada retinopati stadium lanjut ini. Gangguan penglihatan yang berhubungan dengan retinopati proliteratif ini disebabkan oleh pendarahan vitreus atau ablasio retino. Korpus vitreus yang normal tampak jernih sehingga memungkinkan transmisi cahaya ke retina. Apabila terjadi pendarahan, korprus vitreus akan menjadi keruh dan tidak dapay mentransmisikan cahaya; sebagai akibatnya akan terjadi kehilangan penglihatan. Konsekuensi lain dari perdarahan vitreus adalah terbentuknya jaringan parut fibrosa yang disebabkan oleh resorpsi darah ke dalam korpus vitreus. Jaringan parut ini dapat menarik retina sehingga terjadi ablasio(pelepasan) retina dan akhirnya terjadi kebutaan.
b) neuropati diabetes
neoropati dalam diabetes mengacu kepada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer(sensori motor), otonom dan spinal. Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan tergantung pada lokasi sel saraf yang terkena. Dua tipe neuropati diabetic yang sering dijumpai adalah:
polineuropati sensorik, tipe neuropati ini juga disebut neuropati perifer. Neuropati perifer sering mengenai bagian distal serabut saraf, khususnya saraf ekstrimitas bawah. Kelainan ini mengenai kedua sisi tubuh dengan distribusi yang simetris dan secara progresif dalam meluas kearah proksimal.
Gejala penularannya adalah parestesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar(khususnya pada malam hari). Dengan bertambah lanjutnya neuropati kaki terasa baal(patirasa).
c) neuropati otonom
neuropari pada system saraf otonom mengakibatkan disfungsi yang mengenai hamper seluruh system organ tubuh secara umum, penanganan masalah yang spesifik ini sama seperti penanganan problem serupa pada pasien-pasien non diabetes. Ada enam akibat utama dari neuropati otonom yang akan dijelaskan disini:
-kardiovaskuler. Tiga manifestasi neuropati otonom pada system kardiovaskuler adalah: frekuensi jantung yang meningkat(takikardi) tetapi menetap;hipotensi ortostatik;dan infark miokard tanpa nyeri atau “silent”.
-gastrointestinal. Kelambatan pemgosongan lambung dapat terjadi dengan gejala khas seperti perasaan cepat kenyang, kembung, mual dan muntah. Selain itu, terdapat pola hiperfluktuasi kadar glukosa darah yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berhubungan dengan absorpsi glukosa yang tidak konsisten dari makanan yang dikonsumsi. Konstipasi atau diare ”diabetik”(khususnya diare nokturnal) juga menyertai neuropati otonom gastrointestinal.
-urinarius. Retensi urin, penurunan kemampuan untuk merasakan kandung kemih yang penuh dan gejala neurogenic bladder lainnya dapat terjadi akibat neuropati otonom. Penderita neurogenic bladder memiliki predisposisi untuk mengalami infeksi saluran kemih. Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes tidak terkontrol, mengingat keadaan hiperglikemia akan mengganggu resistensi terhadap infeksi.
-kelenjar adrenal(“hypoglycemic unawareness”). Neuropati otonom pada medulla adrenal menyebabkan tidak adanya atau kurangnya gejala hipoglikemia. Pasien dapat melaporkan bahwa ia tidak lagi merasa gemetar, berkeringat, gelisah dan palpitasi pada saat mengalami hipoglikemia. Pengendalian kadar glikosa darah yang ketat harus dianjurkan bagi pasien-pasien ini. Ketidak mampuan untuk menditeksi tanda-tanda peringatan hipoglikemia akan membawa mereka kepada risiko untuk mengalami hipoglikemia yang berbahaya.
-neuropati sudomotorik. Keadaan neuropati ini berupa tidak adanya atau berkurangnya pengeluaran keringat(“anhidrosis”) pada ekstrimitas yang disertai dengan peningkatan kompesatorik perspirasi dibagia tubuh yang lain. Kekeringan pada kaki membawa risiko timbulnya ulkus kaki.
-disfungsi seksual. Disfungsi seksual khususnya impotensi pada laki-laki, merupakan salh satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti. Efek neuropati otonom pada fungsi seksual wanita tidak pernah tercatat denan jelas. Penurunan lubrikasi vagina pernah disebut sebagai suatu akibat neuropatik yang mungkin terjadi; meskipun demikian, penelitian untuk mendukung pendapat ini dan penelitian terhadap disfungsi seksual wanita yang potensial lainnya masih belum banyak dilakukan.



Daftar pustaka
Baughman, Diane C-2000. Keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C-2001. Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta : EGC
Tjokroprawiro, Iskandar. 1986. Diabetes mellitus aspek klinik dan epidemologi. Surabaya : Airlang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar