Rabu, 27 Mei 2009

KONSEP DASAR TUMOR PARU

TUMOR PARU

A. Karsinoma Bronkogenik
Lebih dari 90% tumor paru primer merupakan tumor ganas. Tumor ganas ini termasuk Karsinoma Bronkogenik. Bilamana kita menyebut kanker paru-paru, maka yang dimaksudkan adalah Karsinoma Bronkogenik, karena kebanyakan tumor ganas primer dari sistem pernafasan bagian bawah bersifat epitelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkus.
Kanker paru-paru sekarang ini telah menjadi sebab utama 35% dari kematian akibat kanker pada pria dan 19% pada wanita. Insiden tertinggi terjadi pada usia antar 55-56 tahun. Peningkatan ini dipercaya ada hubungannya dengan makin tingginya kebiasaan merokok sigaret yang sebenarnya sebagian besar dapat dihindari.

B. Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari Karsinoma Bronkogenik belum diketahui, tetapi ada tiga faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam insiden penyakit ini, yaitu merokok, bahaya industri, dan polusi udara. Dari faktor-faktor ini, merokok agaknya yang memegang peranan yang paling penting. Efek merokok terhadap resiko Ca paru :
1. Bagi perokok, resiko mengalami kanker paru 10 kali lebih besar dibanding dengan yang bukan perokok.
2. Perokok berat lebih mungkin untuk mati akibat Ca paru dibanding perokok ringan.
3. Resiko yang berkaitan dengan rokok meningkat sejalan dengan lamanya menghisap.
4. Resiko menurun dengan pasti setelah 5 tahun berhenti merokok.
5. Perokok cerutu mempunyai angka kematian lebih tinggi dibading perokok dengan pipa.
Bagi berbagai bahaya industri, yang paling penting adalah abses, yang kini banyak sekali digunakan pada industri bangunan. Resiko kanker paru-paru di antara para pekerja yang menangani abses kira-kira 10 kali lebih besar daripada masyarakat umum. Juga terdapat peningkatan resiko di antara mereka yang bekerja dengan uranium, kromat, arsen (misalnya insektisida yang digunakan untuk pertanian), besi dan oksida besi.
Kematian akibat kanker paru-paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan rokok. Berbagai karsinogen telah diidentifikasi dalam atmosfer, termasuk sulfur, emisi kendaraan bermotor, dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih besar pada daerah perkotaan sebagai akibat dari penumpukan polutan dan emisi kendaraan bermotor.
Faktor lain yang dapat pula berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya kanker paru-paru adalah diet. Riset menunjukkan bahwa perokok yang dietnya rendah Vitamin A memperbesar resiko terjadinya kanker paru-paru. Telah menjadi postulat bahwa Vitamin A berkaitan dengan pengaturan diferensiasi sel.
Faktor-faktor lain yang mempunyai kaitan dengan kanker paru, termasuk predisposisi genetik dan penyakit pernapasan lain yang mendasari, seperti PPOM dan tuberkolosis. Kombinasi faktor-faktor resiko, terutama merokok, sangat meningkatkan resiko terjadinya kanker paru.

C. Patofisiologi
Bukti-bukti yang mendukung peran kausatif zat-zat dalam asap rokok sangat kuat. Zat lain yang dikaitkan dengan meningkatnya insiden kanker paru-paru adalah abses, kromat, arsen, uranium, klorometilanetileter, nikel, dan hematik.
Perkiraan frekuensi dari berbagai tipe histilogi adalah sebagai berikut; Epidermoid / Sel Skuamosa (33%), Adenokarsinoma (25%), Karsinoma sel besar (16%), dan Karsinoma sel kecil (25%). 90% dari seluruh tipe Karsinoma Bronkogenik adalah perokok, 10% sisanya yang bukan perokok menderita kanker paru-paru yang biasanya berupa Adenokarsinoma (Minna, 1991).
Empat tipe sel primer kanker paru :
1. Karsinoma Epidermoid / sel Skuomosa
Tempat di jalan utama bronchial, tumbuh lambat.
2. Karsinoma sel kecil
Tempat di jalan utama bronchial, tumbuh sangat cepat, pragnosa buruk.
3. Karsinoma sel besar
Tumbuh pada cabang bronkus perifer dan alveoli, tumbuh sangat cepat, pragnosa buruk.
4. Adenokarsinoma
Tumbuh pada cabang bronkus perifer dan alveoli, pertumbuhan lambat.

D. Manifestasi Klinis
Kita harus mencurigai adanya Karsinoma Bronkogenik jika seorang pasien di atas 35 tahun dan perokok mengalami :
1. Batuk. Batuk umum terjadi pada perokok akibat terjadinya bronkitis kronis, tetapi dengan berkembangnya kanker batuk mungkin berubah sifatnya atau frekuensinya.
2. Hemoptisis. Kanker paru biasanya menyebabkan sputum yang berbercak atau bergaris darah dibandingkan suatu hemoptisis yang banyak.
3. Nyeri dada. Hal ini terjadi akibat terkenanya :
a. Pleura atau dinding dada (menyebabkan nyeri pleuritik atau suatu nyeri tumpul yang terus menerus).
b. Kelenjar getah bening mediastinum (kadang-kadang menyebabkan nyeri dada sentral).
c. Nyeri pleksus brakial dan hilangnya sensoris dalam ke arah lengan (Sindroma Pancoast).
4. Sesak napas. Hal ini terjadi jika ukuran tumor membesar atau terjadi akibat kolapsnya paru akibat obstruksi bronkus, efusi pleura atau Karsinomatosa Limfaringitis.
5. Mengi atau stridor. Obstruksi trakhea atau bronkus utama mungkin menyebabkan stridor. Mengi akibat obstruksi partial bronkus biasanya paling baik terdengar pada daerah yang diventilasi oleh bronkus yang bersangkutan.
6. Serak. Hal ini terjadi akibat terkenanya nervus laringeus rekurens kiri.
7. Pneumonia Rekurens atau episode singkat yang lambat sembuhnya akibat obstruksi bronkus.
8. Disfagia. Hal ini mungkin terjadi akibat penyebaran tumor ke kelenjar getah bening mediastinum atau ke eosofagus.
9. Obstruksi Vena Kava Superior.
10. Gejala sistemik, seperti berat badan turun, lemah atau tidak nafsu makan yang merupakan gejala awal pada kira-kira 50% penderita kanker paru.
11. Gejala Metastasis, tersering pada otak, hati, tulang, atau adrenal.
12. Efek non-metastatis, seperti neuropati perifer, dermatomiositis, atau sindroma yang gejalanya seperti sekresi hormon, misalnya ADH, ACTH, PTH.

E. Gejala Fisik
Beberapa gejala fisik ini ikut memperkuat kecurigaan akan adanya karsinoma bronkus :
1. Jari gada (Clubbing Finger) dengan atau tanpa disertai osteoartropati hipertrofik. Kemudian juga kecurigaan timbul dari adanya nyeri dan pembengkakan pada anggota tubuh disekitar sendi besar dan dapat dilihat adanya perubahan periosteal pada foto rontgen.
2. Kelenjar getah bening teraba, terutama pada daerah supraklavikula. Pembesaran getah bening aksila semata jarang terjadi akibat kanker paru.
3. Gejala kolaps, konsolidasi atau efusi pleura mungkin terjadi akibat kanker paru tapi tidak spesifik.
4. Stridor terjadi jika trakhea atau bronkus utama tertekan atau tersumbat sebagian. Mengi Unilateral sangat mencurigakan akan adanya obstruksi bronkhial unilateral, yang umumnya terkena tumor.
5. Suara serak
6. Obstruksi Vena Kava Superior
7. Hilangnya sensoris pada lengan, kelemahan otot-otot hipotenar, Sindroma Horner.
8. Hepar ireguler dan membesar.
9. Tanda Metastasis pada otak, tulang, kulit, dan lain-lain yang pada pasien resiko tinggi umumnya akibat karsinoma bronkhus.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Rontgen Dada. Suatu foto rontgen dada menunjukkan suatu massa paru-paru, pembesaran kelenjar getah bening perihiler dan mediastinal, efusi pleura, infiltrati kavitas, dan lesi tulang.
2. CT-Scan pada mediastinum berguna untuk memperlihatkan pembesaran nodus.
3. Sitologi Sputum Positif pada lebih dari setengah pasien dengan tumor saluran napas sentral (trakea, bronki cabang utama, bronki lobaris). Sebagian besar tumor sentral yang didiagnosis lewat pemeriksaan sitologi adalah karsinoma sel Skuamosa atau sel kecil. Analisa sputum untuk sitologi menyatakan tipe sel kanker.
4. Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel untuk biopsi.
5. Aspirasi pleura dan biopsi. Hal ini harus dilakukan jika pasien dengan atau kemungkinan karsinoma bronkhus dan mempunyai efusi pleura.
6. Biopsi jarum perkutan. Berguna untuk mendiagnosis tumor perifer yang sulit dibiopsi dengan teknik transbronkhial.
7. Biopsi dugaan Metastasis kelenjar getah bening perifer dapat diaspirasi dengan jarum halus dan bahannya diperiksa secara sitologis. Nodulus subkutan dapat dibiopsi dengan hanya memakai anestasi lokal.
8. Mediastinoskopi atau/dan Mediastinotomi. Sangat berguna untuk biopsi kelenjar Limfa Mediastinum yang membesar. Hal ini dilakukan jika tidak tampat tumor pulmonal. Metode ini efektif dan aman dalm diagnosis penyebab Obstruksi Vena Kava Superior.
G. Penatalaksanaan
1. Penentuan stadium tumor adalah penentuan tingkat perluasan anatomis pa saat diagnosis. Pilihan terapi juga sangat bergantung pada penentuan stadium yang tepat.
a. Sistem klasifiklasi TNM. Sistem Tumor, Nodus, Metastasis (TNM) mengklasifikasikan tumor paru berdasarkan lokasi adan ukuran tumor primer (T). Keterlibatan kelenjar getah bening regional (N), dan ada atau tidaknya Metastasis Jauh (M).
Penderita kanker paru-paru dikelompokkan dalam tiga stadium klinik:
1) Stadium I : Tumor berdiameter 3 cm atau kurang dan terbatas pada paru-paru atau Pleura Viseralis, dan Nodus Mediastinum tidak terlibat.
2) Stadium II : Tumor lebih besar 3 cm, dan terdapat Metastasis kelenjar getah bening regional yang tidak meluas ke Nodus Mediastinal.
3) Stadium III : Setiap tumor yang telah menyerbu ke dinding toraks atau Mediastinum atau telah menyebar lewat Metastasis jauh dianggap tumor stadium III.
b. Metode klasifikasi mencakup evaluasi klinik dengan pemeriksaan non-invasif dan evaluasi bedah, termasuk bronkoskopi, mediastinoskopi, dan torakotomi. Pasien ditentukan stadium klinisnya untuk mempermudah pilihan terapi.
2. Terapi Pembedahan
a. Indikasi. Keculai karsinoma sel kecil, tumor stadium I dianggap potensial dapat disembuhkan dan harus direseksi. Tumor yang bukan jenis sel kecil dengan keterlibatan nodus mediastinal (stadium III) biasanya dianggap tidak dapat disembuhkan dengan direseksi.
b. Kontraindikasi. Karsinoma sel kecil dianggap sebagai suatu penyakit sistemik dengan Metastasis jauh pada saat diagnosis dan tidak dapat diatasi dengan terapi bedah.

3. Kemoterapi dan Radioterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan Metastasis luas, dan untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Kemoterapi memberikan peredaan, terutama nyeri. Tetapi kemoterapi tidak menyembuhkan dan jarang dapat memperpanjang hidup. Kemoterapi bermanfaat dalam mengurangi gejala-gejala tekanan dari kanker paru dan dalam mengobati Metastasis otak, medula spinalis, dan perikardium.

H. Tumor Paru Lainnya
Selain Karsinoma Bronkogenik, bentuk lain dari kanker paru-paru primer mencakup Adenoma Bronkus, dan mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai Karsinoma Bronkogenik dan mengancam jiwa.
Adenoma Bronkus, adalah kelompok kecil neoplasma ganas yang agresifitasnya rendah. Timbul pada trakea bagian bawah atau bronki utama. Gejalanya biasanya terjadi akibat obstruksi bronkus dan mungkin menyerupai karsinoma. Sindroma Karsinoid (berupa flushing, diare, dan mengi dengan sesak napas) jarang ditemui.
Hemoptis rekuren, pneumonia rekuren, mengi lokal, atau kolaps bolus paru mengarah kepada diagnosis Adenoma Bronkus jika terjadi pada usia muda dan bukan perokok. Tumor biasanya ditemukan pada pemeriksaan bronkhoskopi, tapi diagnosis dari biopsi bronkhoskopik mungkin sangat sulit dan dikatakan bahwa biopsi kadang-kadang menyebabkan terjadinya perdarahan hebat. Pengobatan dilakukan secara pembedahan baik reseksi maupun lobektomi.
Mesotelioma Malignan Primer. Tumor pleura ini makin lama makin banyak dan biasanya (tapi tidak selalu) terjadi akibat paparan, serat abses baik secara rutin ataupun kadang-kadang yang mungkin ringan saja, sampai menjadi tumor adalah lebih dari 20 tahun. Mesotelioma Maligna sangat ganas, dan kelangsungan hidup kurang dari satu tahun sejak saat didiagnosis. Dugaan adanya Mesotelioma Maligna terutama jika ada riwayat paparan abses pada pasien dengan :
1. Efusi pleura, baik yang jernih maupuny terwarnai oleh darah.
2. Nyeri dada, nyerinya non-pleuritik.
3. Foto rontgen selain menunjukkan cairan pleura, massa pleuara, penebalan pleura yang luas juga kontraksi hemitoraks. Perubahan pleura ini mungkin menjadi jelas hanya setelah pengeluaran cairan atau pada CT-Scan.
4. Perkembangan suatu massa keras pada dinding dada setelah aspirasi efusi pleura tanpa diketahui sebabnya.
Sejauh ini tampaknya belum didapatkan adanya pengobatan untuk penyakit ini.



DAFTAR PUSTAKA


E. Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. EGC. Jakarta

Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi konsep Klinis Proses Penyakit Ed. 4. EGC. Jakarta

Prof. dr. H.M. Syaefullah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Media Aesulapius. Jakarta

Reeves, Charlene J. 2001. Medikal Bedah. Salemba Medika. Jakarta

Sabiston. 1996. Buku Ajar Bedah. EGC. Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bunner & Suddarth Ed. 8. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Stark, John E, dkk. 1990. Manual Ilmu Penyakit Paru. Binarupa Aksara. Jakarta

Stein, Jay H. 1998. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Ed. 3. EGC. Jakarta

Syamsuhidayat, R. 1997. Buku Ajar Bedah. EGC. Jakarta

Yoga Aditama, Tjandra. 1990. Kanker Paru. Arcan. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar