Rabu, 27 Mei 2009

KONSEP DASAR BRONKIEKTASIS

BRONKIEKTASIS

A. Medis

1. Pengertian
Bronkiektasis merupakan dilatasi percabangan brokus, biasanya dengan cidera parah atau kerusakan dari tulang rawan dari unsur mukosa dari tulang rawan di dalamdindingnya.
(John G. Kirby, 2004 : 256)
Bronkiektasis adalah keadaan yang ditandai dengan dilatasi kronik bronkus dan bronkiolus ukuran sedang (kira-kira generasi percabangan keempat sampai kesembilan).
(Syilvia A. Price, 1994 :696)
Bronkiektasis adalah hasil obtruksi bronkus di sertai infeksi distal dan jaringan parut atau hanya infeksi berat.
(Sarjadi, 1994 : 406)
2. Etiologi
Penyebab Bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui, pada kenyataannya kasus-kasus Bronkiektasis dapat timbul secara konginetal (bawaan) maupun akuisitas (didapat)
a. Faktor kongenital
a) Bronkiektasis kistik konginetal
b) Defisiensi lgA selektif
c) Hipogammaglobulinemia primer
d) Defisiensi alfa-antitripsin
e) Fibrosis kistik
f) Defisiensi kongenital rawan bronkus
g) Sindrom katagener : situs inversus, sinusitus, dan Bronkiektasis
h) Sekuestrasi bronkopulmoner
b. Faktor akuisita
a) Infeksi : bakteri, Virus
b) Obstuksi bronkus
Intrinsik : neoplasma, benda asing, sumbat mukus
Ekstrinsik : kelenjar limfe membesar “sindrom lobus medius”
c) Pembentukan parut sekunder terhadap tuberkulosis
d) Hipogamaglobulinemia akuisita
(Sabiston, 1994 : 671)
3. Patofisiologi
Infeksi merusak dinding bronkial, menyebebkan stuktur produknya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi renggang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial, sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena.
Retensi sekresi dan obsruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah distal abstuksi mengalami kolaps (atelektasis). Jaringan parut atau firosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfumgsi. Pada waktunya klien mengalami insufiensi pernafasan dengan penurunan kapasitas fital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi (ketidakseimbangan ventilasi – perfusi) dan hipoksemia.
(Brunner&Suddart, 1997 :601)
4. Tanda dan gejala
a. Tanda
a) Jari tubuh
b) Rales halus dan ronkhi kasar
c) Bunyi pekak atau datar di atas area penumpukan eksudat
d) Penurunan ekskursi diafragma
e) Sianosis
f) Paroksismus batuk ketika bangun tidur pagi hari dan ketika berbaring.

b. Gejala
a) Batuk hebat produktif dengan sputum purulen yang sangat banyak
b) Hemopfisis
c) Dispnea
d) Keletihan dan kelemasan
e) Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan
(Niluh Gede, 2002 : 106)

5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan penunjang
Sputum biasanya berlapis tiga, lapisan atas terdiri atas busa, lapisan tengah adalah sereus, dan lapisan bawah terdiri dari pus dan sel-sel rusak. Sputum yang berbau busuk menunjukan infeksi oleh kuman anaerob. Pemeriksaan darah tepi menunjukan hasil dalam batas normal, demikian pula dengan pemeriksaan urine dan EKG, kecuali pada kasus lanjut.

b. Pemeriksaan radiologi
Foto toraks normal tidak menyingkirkan kemungkinan penyakit ini. Biasanya didapatkan corakan paru menjadi lebih besar dan batas – batas corakan menjadi kabur, daerah yang terkena corakan tampak mengelompok, kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta gambaran kristik yang berdimeter sampai 2 cm dan kadang-kadang terdapat garis-garis batas udara-cairan.
(Arif Mansjoer, 2001 : 483)

6. Penatalaksanaan medis
Termasuk pemberian antibiotik, drainase postural untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mencegah batuk, dan bronkhoskopi untuk mengeluarkan sekresi yang mengental. Pemeriksaan CT scan dilakukan untuk menegakan diagnosa. Terkadang diperlikan tindakan pembedahan bagi klien yang terus mengalami tanda dan gejala menki telah mendapat terapi medis. Tujuan utama dari pembedahan ini adalah untuk memulihkan sebanyak mungkin fungsi paru. Biasanya dilakukan segmentektomi atau lubektomi. Beberapa klien mengalami penyakit

7. Komplikasi

a. Pneumonia
b. Empiema
c. Septikemia
d. Meningitis
e. Metastasis abses, misalnya di otak
f. Pembentukan amiloid
(Sarjadi, 1995 : 407)



8. Prognosa

Prognosa pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringan serta luasnya penyakit waktu pasien pertama kali pemilihan pengobatan secara tepat (konserfatif ataupun pembedaan) dapat memperbaiki prognosa penyakit. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak terobati, prognosa jelek, sulvivalnya akan lebih dari 10-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pnenomia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis, dan lain-lain. Pada kasus-kasus komplikasi bronkitis berat dan difus biasanya disabilitasnya yang ringan.












B. Keperawatan

1. pengkajian

Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji pasien dengan bronkiektasis mencakup :

1. Data subyektif
a. Riwayat karkter awitan dan durasi dari dispnea, batuk, pembentukan sutum
b. Riwayat merokok
c. Riwayat penyakit seperti influinza, pneumonia
d. Pamajanan terhadap iritan lingkungan, baik di rumah maupun lingkungan kerja
e. Modalitas perawatan diri
f. Medikasi atau terapi yang di resepkan dan keampuhannya dalam meredakan gejala.
2. Data obyektif
a. Kaji penampilan umum klien
b. Kaji frekuensi nadi dan pernafasan klien
c. Kaji adanya sianosis
d. Kaji warna, jumlah, dan konsisten sputum pasien
e. Kaji pemeriksaan medis.

2. Diagnosa keperawatan
Berdasrkan pada data pengkajian, diagnosa keparawatan utama klien dapat mencakup :
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif dan infeksi bronkupolmunal
c. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan nafas pendek, mukus, bronkokonstriksi dan iritan jalan nafas
d. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernafasan dan insufiesiensi entilasi dan oksigenasi
e. Intoleransi aktifitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernafasan tidak efektif
f. Koping indifvidu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktifitas rendah dan ketidakmampuann+untuk bekerja.
g. Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan di rumah.
3. Perencanaan dan Implementasi
Tujauan utama bagi pasien dapat mancakup perbaikan dalam pertukaran gas, pencapaian klilren jalan nafas, perbaikan pola pernafasan, kemandirian dalam aktifitas perawatan diri, perbaikan dalam kemampuan koping, kepatuhan pada program terapeutik dan perawatan di rumah dan tidak adanya komplikasi.

Implementasi keperawatan
1. Auskultasi pernafasan
2. Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan
3. Catat adanya/derajat dispnea
4. Tinggikan tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas
5. Memotifasi klien untuk mengeluarkan sputum
6. Evaluasi tingkat toleransi aktifitas
7. Obserfasi warna, karakter dan bau sputum
8. kaji pentingnya latihan pernafasan, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adekuat
9. Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu
10. Tekankan pentingnya perawatan mulut/kebersihan gigi
11. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada pasien dan/atau orang terdekat



4. Evaluasi
Hasil yang di harapkan
1. Menunjukan perbaikan gas dengan menggunakan bronkodilator dan terapi oksigen sesuai yang diresepkan
a. Tidak menunjukan tanda-tanda kegelisahan, konfusi dan agitasi
b. Mempunyai nilai nilai gas darah arteri yang stabil (tetap tidak harus nilai-nilai yang normal karena perubahan kronis dalam kemampuan pertukaran gas dari paru-paru)
2. Mencapai bersihan jalan nafas
a. Berheti merokok
b. Menghindari bahan-bahan yang merangsang dan suhu yang ekstrim
c. Meningkatkan masukan cairan hingga 6 sampai 8 gelas dalam sehari
d. Melakukan drainase postural dengan benar
e. Mengetahui tanda-tanda dini infeksi dan waspada terhadap pentingnya melaporkan tanda-tanda ini bila terjadi.
3. Memperbaiki pola pernapasan
a. Berlatih dan menggunakan pernafasan diagfragmatis dan bibir dirapatkan
b. Menunjukan pernafasn terkendali ketika melakukan aktifitas
4. Melakukan aktifitas perawatan diri dalam batasan toleransi
a. Mengatur aktifitas untuk menghindari keletihan dan dispnea
b. Menggunakan pernafasan terkendali ketika melakukan aktivitas
5. mencapai toleransi aktifitas dan melakukan latihan serta melakukan aktifitas dengan sesak nafas lebih sedikit
6. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif serta ikut serta dalam program rehabilitasi paru
7. Patuh terhadap program terapeutik
a. Mengikuti regimen pengobatan yang di haruskan
b. Berhenti merokok
c. Mempertahankan tingkat aktifitas yang dapat diterima
8. Bebas dari komplikasi
a. Menunjukan tidak adanya insufiensi pernafasan
b. Mempertahankan gas darah yang sesuai
c. Tidak menunjukan tanda-tanda infeksi
1.
2.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC.
Kirbi, John G 2004. Terapi Mutakhir Penyakit Saluran Penafasan. Jakarta : Binarupa Aksara.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarata : Media Aesculapius FKUI.
Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah. Jakarta :EGC.
Sarjadi. 1994. Patologi Umum dan Sistemik vol 2. Jakarta : EGC.
Yasmin Asih, Niluh Gede. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar