Rabu, 27 Mei 2009

MAKALAH DECOMPENSASI CORDIS

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (Arief, Mansjoer, 2000)
Gagal jantung adalah ketidaksanggupan jantung mempompa darah secukupnya untuk kebutuhan tubuh. (Mangku, Sitepoe, 1996)
Gagal jantung adalah kegagalan jantung memompa darah secukupnya untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi darah. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, 1997)
Gagal jantung dibagi menjadi tiga macam, yaitu pertama Gagal jantung kiri ditandai dengan pernapasan memendek, kesulitan bernapas kecuali kalau berdiri tegak lurus, bersin, batuk, kekurangan oksigen dibadan, kulit pucat atau kebiruan, ritme jantung irreguler, dan tekanan darah meningkat. Yang kedua Gagal jantung kanan ditandai dengan kaki membengkak, hati dan limpa membesar, pembengkakan vena di leher, pembentukan cairan di lambung, perut busung, penurunan berat badan, ritme jantung irreguler, mual, muntah, nafsu makan berkurang, kelelahan, gelisah dan bisa pingsan.
Dan yang ketiga adalah Gagal jantung kongestif adalah gabungan gagal jantung kiri dan kanan yang ditandai dengan kelelahan dan kelamahan, takikardi, sianosis pada kegagalan jantung yang hebat, pucat, kehitam-hitaman, kulit berkeringat, berat badan bertambah, murmur systole abnormal, irama galop diastole (bunyi jantung ketiga selama diastole), oliguria, meningkatnya tekanan pada arteri pulmonal dan kapiler yang menyempit, meningkatnya tekanan atrium kanan (juga disebut tekanan vena sentral, CVP).


B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang "Penanganan Decompensasi Cordis", untuk itu pokok masalah yang dibicarakan adalah :
1. Pengobatan Decompensasi Cordis.
2. Yang dapat dikerjakan oleh penderita Decompensasi Cordis.
3. Pertolongan mandiri.
4. Penanganan gagal jantung kongestif.

C. Tujuan
1. Memberi informasi tentang penanganan Decompensasi Cordis baik itu oleh orang lain maupun diri sendiri
2. Memberi pengetahuan kepada pembaca tentang penanganan Decompensasi Cordis
3. Agar para penderita dapat menerapkan bagaimana cara menangani Decompensasi Cordis
4. Agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut















BAB II
PENANGANAN DECOMPENSASI CORDES (GAGAL JANTUNG)


Dalam seminar “Jogja Cardiologi Update-3” yang digelar di Hotel Inna Garuda,Yogyakarta, terungkap bahwa penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi), sampai saat ini masih menjadi penyebab utama dari gagal jantung. Adapun factor lain yang dapat meningkatkan risiko gagal jantung adalah diabetes obesitas, dan buruknya kualitas udara seperti yang dialami perokok.
Penyebab hipertensi sendiri bisa bermacam-macam. Umumnya disebabkan oleh stress dan pola makan yang tidak sehat, tetapi tidak menutup kemungkinan hipertensi juga muncul karena bawaan genetic.
Akan tetapi, masyarakat belum mengetahui risiko gagal jantung dari hipertensi dan sering menganggap ringan penyakit ini. Padahal, jika hipertensi sudah sampai pada gagal jantung, maka seorang harus menjalani pengobatan seumur hidup untuk memperkecil risiko kematian. Masyarakat dihimbau untuk rutin memeriksakan diri ke dokter guna mengontrol tekanan darah. Dengan begitu dokter dapat segera memberi penanganan, baik dengan terapi obat maupun non-obat untuk menurunkan tekanan darah.

A. Pengobatan Decompensasi Cordis (Gagal Jantung)
Tujuan pengobatan adalah membuat daya pompa jantung lebih efektif. Dalam mengembalikan mekanisme konpensasi yang mengakibatkan timbulnya gejala. Guna mengontrol gagal jantung secara cepat, dokter akan melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Meningkatakn oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat / pembatasan aktivitas.
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
Digitalisasi adalah meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung.
a. Dosis digitalis :
1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5mg selama 2-4 hari.
2) Digoksin iv 0,75-1mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
3) Cedilanid iv 1,2-1,6mg dalam 24 jam.
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25mg sehari. Untuk pasien usia lanjutdan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25mg.
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
1) Digoksin : 1-1,5mg iv perlahan-lahan.
2) Cedilanid 0,24-0,8mg iv perlahan-lahan.
Kontraindikasi :
a. Keadaan keracunan digitalis
b. Bradikasi
c. Gangguan irama dan konduksi jantung
d. Anoresiko
e. Mual dan muntah
f. diare
g. gangguan penglihatan
h. pusing, lemah, depresi mental
Dalam pengobatan intoksikasi digitalis digunakan dilantin 3x100mg sampai tanda-tanda toksik mereda.
Efek Digitalis : - Peningkatan curah jantung
- Penurunan tekanan vena dan volume darah
- Peningkatan diuresis yang mengeluarkan cairan
- Mengurangi edema
3. Menurunkan beban jantung
a. Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV. Penggunaan diuretic, digoksin, dan penghambat Angiotensin Conventing Enzyme (ACE) diperlukan mengingat usia hidup yang pendek.
Untuk gagal jantung kelas II & III diberikan
1) Diuretik dalam dosis rendah / menengah (furosemid 40-80mg).
2) Digoksin pada pasien dengan fibrilisasi atrium maupun kelainan irama sinus.
3) Penghambat ACE / kaptopril mulai dari dosis 2x 6,25mg atau setara penghambat ACE yang lain. Dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien.
b. Diuretik (obat meningkatakn pembentukan dan eksresi urin) untk mengurangi volume darah total serta perbaikan sirkulasi darah yang mengalami kongesti yang digunakan furosemid 40-80mg. dosis penunjang rata-rata 20mg.
Efek samping berupa :
1) Hipokalemia (kehilangan kalium dalam darah) dapat diatasi dengan suplai garam kalium / spironolakton ditandai dengan :
a) Denyut nadi lemah
b) Suara jantung menjauh
c) Hipertensi
d) Otot kendor
e) Penurunan refleks tendon
f) Kelemahan umum
Diuretik lain yang dapat digunakan adalah :
1) Hidroklorotiazid
2) Klortalidon
3) Triamteren
4) Amilarid
5) Asam Etakrinat
Terapi diuretik jangka panjang dapat menyebabkan hiponatremia (kekurangan Na dalam darah), akibatnya :
1) Lemah
2) Letih
3) Malas
4) Kram otot
5) Denyut nadi yang kecil dan cepat
c. Vasodilator (untuk mengurangi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel)
1) Nitrogliserin 0,4 – 0,6 mg sublingual atau 0,2 – 2 μg/KgBB/menit IV
2) Nitroprusida 0,5 – 1 μg/KgBB/menit IV
3) Pratosin per oral 2 – 5 mg
4) Penghambat ACE Kaptropil 2×6,25 mg
Efek samping Katropil :
1) Hipoglikemia
2) Gangguan fungsi ginjal.
4. Memperpanjang bed-rest untuk mengistirahatkan jantung.
5. Pemberian lanoxin guna memperkuat kontraksi jantung.
6. Pemberian obat-obatan untuk memperkuat daya pompa jantung.
7. Mempergunakan kaus kaki elastis guna meningkatkan aliran darah serta mencegah pembekuan darah di vena kaki.
Dulu seorang dokter hanya mengenal terapi digitalis dan diuretik untuk pengobatan gagal jantung. Kini, sejalan dengan berkembangnya pengetahuan tentang patofisiologi gagal jantung, penderita gagal jantung yang kronik juga dapat diterapi dengan penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dan penyekat Beta untuk mengurangi progresivitas penyakitnya. Digitalis yang selama ini biasa digunakan pada terapi gagal jantung cenderung memperburuk pada penderita gagal jantung yang kronik bila diberikan dalam jangka waktu lama. Dalam strategi baru, penggunaan penyekat Beta yang masih memiliki kontroversi berbagai penelitian lanjutan masih dilakukan. Obat tersebut memang tidak memperlihatkan hasil yang cepat. Bahkan pada awal pemberian, keadaan penderita dapat menjadi lebih buruk. Obat harus diberikan dengan dosis awal yang rendah lalu ditinggikan secara perlahan dengan selang waktu 10 – 14 hari. Untuk memperoleh manfaat yang diinginkan, penyekat Beta harus diberikan dalam jangka waktu panjang.
Selain itu, penanganan kelainan jantung kongenital pada anak dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan dan koreksi kelainan jantung dengan bantuan kataterasi atau pembedahan.
Pembedahan jantung umumnya diperlukan jika kelainan jantung lebih berat dan upaya terapi lainnya tidak efektif. Upaya pembedahan dapat bersifat Poliatif dengan tujuan mengurangi gejala dan mengoreksi kelainan yang ada.
Kelainan jantung kongenital tidak dapat diprediksi. Yang dapat dilakukan adalah menghindari konsumsi alkohol, minum obat-obatan, serta menghindari infeksi dan toksin lingkungan semasa kehamilan.

B. Yang Dapat Dikerjakan Oleh Penderita Gagal Jantung
1. Hindarkan makanan yang mengandung garam yang tinggi (garam natrium).
2. Istirahat jasmani dan emosional
3. Obesitas dikurangi
4. Diet rendah garam untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung.
5. Pergunakan lanoxin sesuai dengan resep dokter. Perhatikan dan laporkan seketika apabila terjadi keracunan, seperti kehilangan nafsu makan, muntah, dan pandangan yang kuning.
6. Apabila mempergunakan diuretic untuk mengurangi kalium, makanlah suplementasi kalium dan makanan yang banyak mengandung kalium seperti pisang, apricot dan jus jeruk.
7. Beritahu dokter apabila denyut nadi ireguler dan berkurang di bawah 60 denyutan/menit, atau apabila terjadi kebingungan, nafas pendek (khusus pada malam hari), penglihatan kabur, keinginan batuk yang kering, jantung berdebar-debar, kelelahan bertambah, pembengkakan di kaki, buang air kecil bertambah, kehilangan berat badan (1,35 – 2,25 kg) dalam 1 minggu.
8. Memeriksakan kesehatan secara teratur.

C. Pertolongan Mandiri
1. Hidup Dengan Gagal Jantung
a. Apabila terjadi kesulitan bernapas
Penderita akan mengalami kesulitan bernapas apabila darah dan cairan tidak cepat bergerak melalui paru-paru. Penderita akan merasakan napas menjadi pendek, seperti mendaki ke tempat yang tinggi atau seperti menggendong anak. Apabila terjadi hal yang demikian, berhentilah bekerja dan diam dengan tenang. Istirahatlah sampai merasa segar.
Apabila penderita mengalami sesak napas sewaktu beristirahat atau sedang tiduran, coba tinggikan kepala penderita dengan mempergunakan beberapa buah bantal. Atau, apabila penderita sesak napas sewaktu berdiri dari bangun tidur, duduklah dan juntaikan kaki penderita dari tempat tidur, dan goyang-goyangkan kaki dan lututnya, atau dapat juga berdiri dan berjalan untuk membantu sirkulasi darah.
b. Apabila dijumpai oedema atau kehilangan berat badan
Bila tubuh tidak dapat membuang garam dan cairan, penderita akan mengalami oedema. Bila pada daerah oedema atau pembengkakan ditekan dengan jari, tetapi tetap menekuk untuk sementara, berarti penderita mengalami oedema.
Dapat juga dilihat dengan adanya oedema pada kaki, tangan dan lutut. Atau dapat dilihat dari bekas dari kaus di kaki atau bekas cincin di jari. Guna mengurangi oedema ini angkatlah kaki atau tangan lebih tinggi dari jantung.
Timbanglah badan setiap hari, waktu bersamaan dengan timbangan yang serupa juga serta pakaian yang sama. Bila terjadi pengurangan berat badan yang melampaui batas 1 kg setiap hari atau lebih, beritahukan kepada dokter. Dokter akan memberikan pengobatan dan cara mengatasinya.


c. Gejala lainnya yang perlu diperhatikan
Laporkan gejala sebagai berikut kepada dokter :
1) Batuk kering
2) Selalu buang air kecil di waktu malam
3) Bertambah lemas dan kelelahan
4) Bagian atas perut terasa sakit atau seperti gembung.
2. Merencanakan Diet Rendah Garam
Bila kita terkena gagal jantung, mengurangi garam dalam makanan merupakan suatu tuntutan. Dokter akan memberikan petunjuk seberapa jumlah (mgr) garam yang diijinkan untuk dikonsumsi setiap hari.
a. Beberapa hal dilakukan
1) Baca label makanan (200 mgr garam setara dengan 80 mgr Natrium klorida).
2) Gunakan makanan nabati dan bumbu makanan untuk menambah cita-rasa makanan. Tetapi, tidak semua bahan penambah cita-rasa makanan bebas garam. Monosodium glutamate dan horseradish merupakan bahan natrium yang tinggi.
3) Makanlah roti bakar, bahan makanan yang dikukus, bahan makanan yang dibakar di restoran, jus buah-buahan, sop, dan keju salad.
4) Termasuk pula bahan makanan tanpa garam, daging, agar-agar, sop, mentega dalam diet. Pergunakan pula susu rendah garam, sayuran yang dikaleng, dan bubuk roti.
b. Pantangan dan yang perlu menjadi perhatian
1) Hindarkan mempergunakan garam dalam makanan atau sewaktu makan.
2) Jauhkan makanan yang mengandung garam, misalnya kentang goring, perkedel, krakers, sop, atau sayuran dalam kaleng, makanan siap pakai, daging untuk makan siang, keju, asinan, dan makanan yang diawetkan dengan garam.

3) Hati-hati dengan minuman dingin yang dapat mengandung garam yang tinggi. Minuman rendah kalori, pengganti gula misalnya natrium-sakarin yang mengandung natrium yang tinggi.
c. Konsultasikan kepada dokter
Konsultasikan kepada dokter atau apoteker, tentang pemakaian obat-obatan yang mengandung banyak natrium di atas perhitungan medis sebelum memepergunakannya.
Juga, tanyakan kepada dokter sebelum menggunakan pengganti garam. Banyak produk yang tidak mengandung garam natrium klorida, tetapi mengandung jenis garam lainnya. Kemungkinan mengandung garam kalium atau ammonium yang dapat membahayakan bagi penderita penyakit ginjal atau hati.

D. Penanganan Bagi Jantung Kongestif
1. Eliminasi Faktor-Faktor Yang Memperburuk
a. Pada awalnya, hilangkan tekanan fisik dan emosional, untuk mengurangi kebutuhan aliran darah di perifer. Terapi awal untuk gagal jantung kongestif yang berat harus mencakup istirahat di tempat tidur dan pembatasan aktivitas harian.
b. Hentikan merokok. Merorok menurunkan daya dukung oksigen darah dan meningkatkan kebutuhan oksigen perifer dan miokardium.
c. Jangan minum alkohol. Alkohol dapat memperburuk miokardium yang telah terganggu.
d. Ikuti pembatasan diet yang tepat. Pasien harus menghindari konsumsi garam yang berlebihan dan tidak boleh memakan makanan dalam jumlah besar, yang meningkatkan kebutuhan peredaran perifer. Pasien dengan obesitas harus menurunkan berat badannya sampai berat idealnya tercapai, untuk memperbaiki kemampuan fungsional dan mengurangi kebutuhan oksigen miokardium.
e. Episode demam dan infeksi harus didiagnosis dan diterapi dengan segera.
f. Gejala dan tanda-tanda perdarahan harus diketahui oleh semua pasien. Perlu ditekankan pentingnya pengenalan dan terapi keadaan ini secara tepat cepat.
g. Gangguan endokrin harus dikenali dan diterapi dengan tepat (misalnya hiper atau hipotiroidisme, akromegali, penyakit Cushing).
h. Hentikan obat-obatan yang mengganggu fungsi ventrikel kiri, kalau mungkin (misalnya disopiramid, flekainid, estrogen, penghambat prostaglandin, penghambat-beta, dan verapamil).
i. Terapi iskemia akut dapat memperbaiki gejala gagal jantung kongestif.
j. Penyakit katup yang terjadi bersamaan. Terapi medis atau pembedahan yang tepat dapat memperbaiki gejala gagal jantung.
2. Tata Laksana Rawat Jalan Pada Gagal Jantung Kongestif
a. Digitalis
Preparat digitalis untuk memperlambat denyut jantung dan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel sehingga meningkatkan darah jantung.
Digitalis adalah salah satu obat utama yang digunakan dalam mengobati gagal jantung yang kronis pada gagal ginjal kronis yang akut. Dokter biasanya menentukan dosis digitalis melalui intravena. Dosis yang besar diberikan antara 24 – 48 jam. Kadar digitalis dalam serum dikaji setiap hari selama pemberian digitalis untuk menentukan bahwa tingkat pengobatan telah tercapai. Pasien kemudian diberikan dosis atau takaran rumatan (biasanya 0,125 mg atau 0,25 mg) ketika kadar terapeutik telah tercapai.
1) Indikasi
Semua pasien yang mengalami kardiomegali, penurunan fungsi sistolik, dan kongesti vena pulmonalis harus dimulai dengan digitalis.



2) Preparat obat dan farmakokinetika
Dua glikosida jantung yang tersedia adalah digoksin dan digitoksin. Karena absorpsi digoksin digunakan dari saluran cerna tidaklengkap, maka bioavailabilitas tablet digoksin hanya sekitar 70-80%, bila dibandingkan dengan 90-95% untuk digitoksin.
3) Pemberian
Metode pemberian digoksin ditentukan berdasarkan situasi klinik.
a) Pada pasien yang stabil tidak perlu diberikan dosis pembebanan dengan digoksin. Lebih baik dimulai suatu dosis pemeliharaan oral (0,125-0,5 mg sehari).
b) Dalam keadaan darurat (misalnya dekompensasi jantung akut akibat fibrilasi atrium) regimen pembebanan intravena atau oral dapat digunakan untuk memperoleh efek yang cepat. Perubahan frekuensi denyut jantung dapat terlihat dalam 10-30 menit setelah pemberian dosis tunggal digoksin intravena, dengan efek maksimal terjadi antara 90 menit dan 6 jam. Pada fibrilasi atrium, dosis pembebanan intravena sebesar μ/kg berat badan tanpa lemak dapat diberikan. Dosis awal keseluruhan harus terbagi atas 2-3 dosis (misalnya 1/2, 1/4, 1/4) dan diberikan setiap 6-8 jam dalam situasi yang tidak begitu mendesak atau setiap 6-8 jam bila diperlukan. Efek dari setiap dosis harus dinilai sebelum memberikan dosis berikutnya. Pemantauan EKG secara terus menerus harus digunakan selama regimen pembebanan digoksin. Dosis perawatan berikutnya bergantung pada fungsi ginjal.
4) Toksisitas digitalis
a) Manifestasi toksisitas gastrointestinal yang sering ditemukan adalah anoreksia, mual, muntah-muntah, dan nyeri perut sedang.
b) Manifestasi toksisitas pada sistem saraf pusat antara lain adalah nyeri kepala, rasa lelah, lesu, disorientasi, kebingungan, delirium, dan kejang. Juga terdapat gangguan visual misalnya skotoma, halo, berkelip (flickering), dan perubahan persepsi warna.
c) Manifestasi toksisitas pada jantung dapat berupa gangguan irama apa saja yang dikenal.
b. Diuretika
Untuk menolong membersihkan kelebihan cairan dalam tubuh sehingga mengurangi tekanan pada pembuluh darah/vena pada paru-paru.
1) Indikasi
Diuretika diindikasikan untuk semua pasien dengan gangguan fungsi jantung sistolik.
2) Cara kerja
Diuretika meningkatkan ekskresi natrium dan air, memperbaiki gejala kongestif dengan mengurangi tekanan pengisian, dan memperbaiki fungsi ventrikel dengan mengurangi tekanan dinding ventrikel karena berkurangnya ukuran rongga.
3) Pilihan diuretika
a) Diuretika tiazid
(1) Indikasi
Gagal jantung kongestif ringan sampai sedang.
(2) Efek samping
Hipokalemia, alkalosis metabolik, hiperurisemia, dan hiperkalsemia. Diuretika tiazid dapat memperburuk intoleransi glukosa pada penderita dengan diabetes mellitus dan hiperlipidemia pada penderita dengan kelainan lipid. Efek samping langka yang lain adalah ruam kulit, trombositopenia, leukopenia, dan vaskulitis.



b) Diuretika ansa (asam etakrinat, furosemid, dan bumetanid)
(1) Indikasi
Obat ini sering digunakan pada penderita dengan gagal jantung yang ringan sampai yang berat, dan obat ini dapat efektif pada penderita yang juga memiliki fungsi ginjal yang berkurang.
(2) Dosis
Furosemid dapat dimulai dengan dosis kecil dan dinaikkan bila dibutuhkan. Bila diberikan secara interval, furosemid pada awalnya menyebabkan venodilatasi sehingga menurunkan preload sebelum dicapai suatu respons diuretika. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal, dosis awal furosemid per oral 20 mg dapat menimbulkan diuresis yang memadai dalam 2 jam. Dosis dapat dinaikkan sampai efek terapeutik yang dikehendaki tercapai, dan dosis berikutnya dapat diberikan setiap 6 jam. Pada penderita dengan gagal jantung yang berat, terapi intravena mungkin diperlukan untuk mencapai respon terapeutik karena absorpsi gastrointestinal yang tidak lengkap akibat edema usus. Dalam kasus ini, dosis intravena awal harus 20 mg atau separuh dari dosis oral sebelumnya. Diuresis akan dicapai dalam 30 menit, dan dosis dapat diulangi setiap 2 jam. Beberapa pasien dengan gagal jantung yang berat dan insufisiensi ginjal membutuhkan dosis oral harian dalam rentang 300-500 mg atau dosis intravena sebesar 300-400 mg. Terapi kombinasi dengan furosemid dan tiazid metolazon dapat menimbulkan diuresis yang lebih efektif pada penderita yang tak memberi respons terhadap furosemid.


(3) Efek samping
Efek samping furosemid antara lain adalah hipokalemia, hiponatremia, hipokalsemia, hipomagsenemia, dan alkalosis metabolik. Ketulian permanen dan sementara dilaporkan dapat disebabkan oleh asam etakrinat dan furosemid.
c) Diuretika hemat kalium (spironolakton, triamteren, dan amilorid)
(1) Indikasi
Obat diuretika hemat kalium adalah diuretika yang relatif lemah yang jarang digunakan sebagai obat diuretika tersendiri dalam pengobatan gagal jantung kongestif. Obat-obat ini digunakan untuk memperbaiki keseimbangan kalium yang negatif.
(2) Pemilihan obat khusus
Spironolakton adalah suatu antagonis aldosteron, sementara triamteren dan amilorid bekerja langsung pada sel tubulus distal untuk mengurangi sekresi kalium. Efek spironolakton tertunda selama sekitar 2 hari setelah permulaan terapi dan bertahan selama 2-3 hari setelah terapi dihentikan.
(3) Efek samping
Ketiga obat ini dapat menyebabkan hiperkalemia dan asidosis metabolik, karena menghambat pertukaran natrium dengan kalium dan ion hidrogen. Obat-obatan ini dikontraindikasikan pada insufisiensi ginjal dan tidak boleh diberikan pada pasien yang menggunakan pengganti garam (salt subtitutes), yang pada hakikatnya adalah kalium klorida, atau suplemen kalium.



c. Vasodilator
Untuk mengurangi afterload (tahanan vaskuler perifer), sehingga dapat memperbaiki curah jantung
1) Indikasi
Terapi vasodilator telah terbukti dapat mengurangi angka mortalitas pada penderita gagl jantung kelas IV (menurut New York Heart Association)
2) Pemilihan vasodilator
a) Vitrat oral
Keuntungan klinik dari terapi nitrat jangka panjang atau jangka pendek tidak begitu banyak bila dibandingkan dengan vasodilator lain.
b) Penghambat enzim pengubah angiotensin
(1) Kaptropil
Adalah suatu penghambat enzim-pengubah-angiotensin (angiotensin-converting enzyme = ACE) berdaya kerja pendek yang dapat meningkatkan kemampuan latihan dan memperbaiki kualitas hidup.
(a) Farmakokinetika
Absorpsi gastrointestinal sekitar 75% dalam 1 jam dalam lambung yang kosong.
Kaptropil dapat terakumulasi pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
(b) Dosis
Kaptropil dapat diberikan sebagai suatu dosis uji sebesar 6,25mg secara oral dan pasien dipantau untuk malihat terjadi hipotensi atau tidak. Kalau hipotensi tidak terjadi, dosis dapat dinaikkan sampai maksimum 50 mg tiga kali sehari untuk menghindari hipotensi.


(c) Efek samping
Hipotensi, efek samping lain yang perlu diperhatikan adalah gangguan fungsi ginjal. Efek samping ketiga adalah terjadinya betuk kering, non produktif yang berlanjut, keadaan yang disebut batuk kaptopril, yang hanya dapat menghilangkan bila obat dihentikan.
(2) Enalapril
Adalah suatu penghambat ACE yang secara oral aktif dengan lama kerja yang lebih lama daripada kaptropil.
(a) Farmakokinetika
Bila diberikan secara oral, 60% enalapril akan diabsopsi
(b) Dosis
Pada awalnya, diberikan 2,5 mg secara oral. Dosis ini kemudian dapat diberikan dua kali sehari kalau hipotensi tidak terjadi. Dosis dapat dititritasi sesuai dengan respons klinik sampai 40 mg/hari. Petunjuk untuk menghindari hipotensi sama seperti dengan kaptopril.
(c) Efek samping
Hipotensi dan gangguan fungsi ginjal yang reversibel dan mendadak pada penderita dengan stenosis arteri renalis bilateral. Pasien yang menderita efek samping kaptopril umumnya.
(3) Lisinopril
(a) Farmakokinetika
Absorpsi lisinopril adalah 25% setelah pemberian oral dan tidak dipengaruhi oleh asupan makanan. Lisinopril tidak dimetabolisme menjadi senyawa lain dan terutama diekskresi dalam bentuk yang berubah lewat ginjal.


(b) Dosis
Dosis awal lisinopril adalah 10 mg sekali sehari. Bila diperlukan untuk mengendalikan tekanan darah, dosis dapat dinaikkan sampai 40-80 mg sehari.
(c) Efek samping
Hipotensi, hiperkalemia, batuk kering.
c) Hidralazin
(1) Dosis yang dibutuhkan untuk vasodilasi yang adekuat biasanya adalah 75-100 mg secara oral 4 kqli sehari.
(2) Toleransi yang penting secara klinik ditemukan pada sekitar 30% pasien.
(3) Nyeri kepala, palpitasi, muka kemerahan (flusing), mual, dan muntah sering terjadi dan mengharuskan penghentian obat pada 10% pasien. Serangan iskemia pada miokardium, termasuk angina yang tak stabil dan infark miokardium, juga dapat terjadi.
d) Prazosin
Dosis oral awal biasanya 1 mg; ini dapat dinaikkan sampai 7 mg setiap 6-8 jam. Pada awal penggunaan, dapat terjadi ko,plikasi pusing, kepala terasa ringan (light-headedness), palpitasi dan sinkop. Toleransi terhadap efek hemodinamik yang bermanfaat terjadi pada 30-40% pasien.
e) Obat penghambat masuknya kalsium
Diantara obat penghambat masuknya kalsium yang tersedia, nipedifin adalalah obat yang paling banyak digunakan dalam pengobatan gagal jantung kronis yang berat. Obat ini adalah suatu vasodilator arteri yang kuat, tetapi obat ini memberikan efek inotropik negatif langsung pada otot jantung.



3. Tata Laksana Rawat Inap Pada Gagal Jantung Kongestif
a. Pemantauan hemodinamik dengan kateter Swan Ganz harus dilakukan bila memakai terapi vasodilator pada pasien dengan gejala kelas III dan IV berikut ini.
1) Penderita hipotensi atau penderita dengan tekanan sistolik arteri yang kecil.
2) Penderita gagal jantung kongestif yang berat dimana tekanan pengisian jantung tidak dapat ditentukan dengan tepat dari pemeriksaan fisik dan radiografi dada.
3) Penderita gagal jantung yang disertai komplikasi penyakit jantung iskemik yang berat atau penyakit katup jantung.
b. Obat intravena
1) Vasodilator
a) Natrium nitroprusid intravena
(1) Indikasi
Untuk kegagalan akut ventrikel kiri.
(2) Farmokokinetika
Natrium nitroprusid langsung menimbulkan relaksasi pada otot polos pembuluh darah arteriol dan vena dengan derajat yang sama, dan sifat vasodilatornya tidak bergantung pada efek pada reseptor atau ganglia adrenergik. Mula kerjanya hanya beberapa detik, dan efeknya hanya berlangsung 1-3 menit.
(3) Dosis
Kecepatan infus awal hendaknya sekitar 5-10 μg/menit yang dinaikkan setiap 5 menit untuk mencapai efek hemodinamik yang dikehendaki, atau sampai diberikan dosis maksimal sebesar 5-6 μg/kg/menit.



b) Nitrogliserin intravena
(1) Indikasi
Untuk gangguan fungsi ventrikel kiri.
(2) Dosis
Dosis intravena awal adalah sekitar 5-10 μg/menit, dinaikkan dengan peningkatan 10 μg/menit setiap 5 menit sampai tercapai dosis maksimum sebesar 200 μg/menit.
(3) Efek samping
Efek samping yang paling sering ditemukan adalah hipotensi, yang dapat dihindari kalau dosis dititrasi dengan hati-hati. Hipotensi yang disebabkan oleh vasodilasi yang berlebihan akan disertai dengan refleks takikardia. Keadaan ini terbaik diterapi dengan mengurangi dosis dan pemberian cairan IV.
2) Obat inotropik
a) Katekolamin
(1) Dobutamin
Dosis awal biasanya 2-3 μg/kg/menit dengan infus intravena terus menerus, dan dosis ini dinaikkan sebesar 2-3 μg/kg/menit setiap 10-15 menit sampai tercapai efek hemodinamik yang dikehendaki. Dosis perawatan yang optimal biasanya berada dalam berada dalam rentang 7,5 dan 20 μg/kg/menit. Dosis yang lebih besar dari 15 μg/kg/menit disertai dengan efek samping yang lebih banyak, termasuk takikardia, disritmia, nyeri kepala, kecemasan, tremor, dan perubahan tekanan darah yang terlalu banyak.
(2) Dopamin
Dopamin lebih banyak meningkatkan tekanan darah sistemik dibandingkan dobutamin pada dosis yang sebanding. Selain itu, dopamin tidak menyebabkan venodilatasi sehingga tidak mengubah atau bahkan dapat menigkatkan tekanan pengisian ventrikel; ini berbeda dengan dobutamin. Karena itu dopamin secara potensial mempunyai efek merusak yang bermakna pada penderita penyakit jantung iskemik. Kecepatan infus dopamin yang rendah (< 5 μg/kg/menit) akan melebarkan arteri ginjal dan memperbesar aliran darah ginjal. Pada penderita yang tak dapat diatasi dengan diuretika intravena dosis tinggi, kombinasi furosemid intravena dan dopamin dosis rendah dapat menginduksi diuresis.
b) Penghambat fosfodiesterase
Obat ini dapat digunakan untuk gagal jantung kongestif yang tak dapat diatasidengan terapi oral dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Amrinon meningkatkan curah jantung dan menurunkan wedge pressure kapiler paru-paru dan resistensi pembuluh darah sistemik keseluruhan, karena cara kerjanya mirip dengan gabungan dobutamin dan nitroprusid. Bolus awal sebesar 0,75 mg/kg diberikan secara perlahan-lahan selama 2-3 menit, diikuti oleh infus perawatan sebesr 5-10 μg/kg/menit. Dosis maksimum yang dianjurkan adalah 10 μg/kg/menit.
Efek samping, hipotensi, trombositopenia, hepatotoksisitas, hipersensitivitas dan takifilaksis.
4. Tata Laksana Gagal Jantung Kongestif Refraktor
Pasien ini harus dipertimbangkan untuk diberikan obat percobaan atau transplantasi jantung.
a. Indikasi untuk transplantasi jantung
Untuk gagal jantung kongensif ini hanya berlaku untuk pasien dengan gejala kelas III dan IV yang refrakter terhadap terapi dan dengan harapan hidup kurang dari 1 tahun.


b. Kontraindikasi untuk transplantasi jantung
Penyakit jaringan ikat, riwayat penyalahgunaan obat, pasien yang jelas tidak patuh dengan terapi obat, masalah psikososial, merokok, diabetes yang tidak terkendali, infeksi kronis, infark paru-paru yang baru, atau penyakit pendarahan, atau adanya titer antibodi yang mungkin menyebabkan penolakan alograf akut. Transplantasi jantung akan kurang mungkin dilakukan pada penderita berusia 60 tahun atau lebih.
c. Komplikasi transplantasi jantung
Meningkatnya risiko infeksi, aterosklerosis pada cangkokan, dan efek samping akibat penggunaan siklosporin, imuran, dan kortikosteroid.





















BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Penyebab utama dari gagal jantung yaitu hipertensi. Adapun faktor lain yang dapat meningkatkan risiko gagal jantung adalah diabetes, obesitas, dan buruknya kualitas udara seperti perokok. Peristiwa gagal jantung masih menjadi penyebab kematian utama bagi warga dunia. Untuk itu maka harus dilakukan pengobatan secara intensif.
Beberapa terapi obatpun digunakan seperti. Digitalis, Diuretik, Vasodilator. Selain itu, penderita gagal jantung harus mengikuti diet. Akan tetapi terapi obat tidak menyembuhkan, hanya membantu mengontrol gejala-gejala yang timbul. Terapi obat dan diet harus diikuti selama hidup. Sering suplemen kalium bagi pasien-pasien yang mendapat takaran rumatan kalium-hemat diuretik (tiazid atau diuretik loop). Pemberian tambahan dengan memakan makanan yang banyak mengandung kalium merupakan alternatif yang lebih disukai karena makanan tersebut juga memberi tambahan kalori. Selain itu untuk lebih efektif harus memakan makanan yang kaya akan kalium setiap hari. Makanan yang tinggi kalium adalah pisang, jeruk, jus jeruk, dan buah-buahan yang dikeringkan.

B. Saran
Setiap penderita gagal jantung harus secara rutin memeriksakan diri ke dokter guna mengontrol tekanan darah. Selain itu, diharapkan dapat menjalani terapi obat maupun diet. Selain itu, masyarakat atau siapa saja diharapkan.





DAFTAR PUSTAKA


Enggram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius

Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Sitepoe, Mangku. 1996. Diseases. Jakarta: PT. Gramedia

Stein, Jayh. 1998. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1997. Kumpulan Materi Pelatihan Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Bagi Dosen/Guru Keperawatan. Jakarta: Bakti Husada

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Ed. 8. Jakarta: EGC

http://www.unisordem.org/kliping-detail-diagnosis-dan-penanganan

http://www.kompas.com/tekanan-darah

http://www.co.id.tata-laksana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar