Sabtu, 30 Mei 2009

asuhan keperawatan leukemia

Latar Belakang
Leukemia adalah keganasan yang berasal dari sel-sel induk system hematopoietiek yang mengakibatkan poliferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol dan pada sel-sel darah merah namun sangat jarang
Insiden leukemia terjadi lebih sering pada orang dewasa ketimbang anak –anak. Total anak-anak yang terkena leukemia setiap tahunnya adalah 2600 kasus. Akan tetapi,hal ini merupakan malignansi terbesar yang terjadi pada anak-anak,yang menunjukan sekitar 30% dari kasus keganasan pada anak-anak.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang dapat kami rumuskan dalam makalah ini adalah:
1. Pengertian leukemia
2. Etiologi Leukemia
3. Patofisiologi Leukemia
4. Klasifikasi Leukemia
5. Pemeriksaan Diagnostik leukemia
6. Komplikasi Leukemia

C. Tujuan
Makalah yang berjudu “Asuhan keperawatan pada klien dengan leukemia”, yang di buat dengan tujuan :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Askep kardiovaskuler.
2. Dapat mengetahui masalah –masalah pada klien dengan leukemia.
3. Dapat memberi pengetahuan dan manfaat bagi para pembacadan para perawat pada khususnya.



TINJAUAN TEORI


A. Pengertian
Leukemia adalah kanker yang melibatkan proliferasi sel-sel darah putih yang imatur
Leukemia adalah proliferasi teratur dari SDP dalam sumsum tulang yang menggantikan elemen normal.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering di sertai bentuk leukosit yang tidak normal, jumlahnya berlebihan, dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan di akhiri dengan kamatian.

B. Etiologi
Penyebab leukemia tidak di ketahui, tetapi mungkin merupakan proses neoplastik. Beberapa teori menyatakan penyebabnya adalah virus dan yang lain menyatakan di sebabkan karena genetik ( Hal ini berdasarkan familier ). Pengaruh dari lingkungan misalnya adanya peledakan bom-bom kimia dapat meningkatkan jumlah orang dengan leukemia. Berhubungan langsung pasien dengan bahan–bahan kimia seperti bentene, choramphenicol dan beberapa agen chemoterapeutik seperti agen alkylating juga dapat menyebabkan leukemia.

C. Patofisiologi
Manifestasi klinik berhubungan dengan infasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemik dan penekanan pada sumsum tulang. Sewaktu sel-sel proliferasi menyerbu ke sumsum tulang,maka terjadi nyeri tekan dan rasa sakit. Penambahan jumlah sel-sel juga di ikuti dengan bertambahnya makan dan kurangnya produksi eritrosit, neutrofil dan platelet. Akibat dari penekanan pada sumsum tulang dapat membahayakan hidup manusia. Penurunan produksi sel-sel darah merah menyebabkan anemia. Meskipun demikian,anemia sering munculnya terlambat karena sel-sel darah merah dapat hidup sampai 120 hari, dan beberapa kompensasi fisiologis dari kehilangan sel-sel darah merah dapat menghambat efek dari anemia. Sewaktu kadar hemoglobin menjadi sekitar 6gr. Pasien menjadi kelelahan, pucat, lemah, nafas pendek, pusing, dan denyut jantung cepat.
Neutropenia menyebabkan pasien mudah infeksi. Tumbuh-tumbuhan alami atau infasi dari kerusakan pada kulit mungkin merupakan sumber infeksi. Pseudomonas Aeruginosa, Staphylococus Aereus, E. Colli, Klepsiella dan candida adalah patogen yang menyebabkan stomatitis, Mucositis dan kurangnya pemeliharaasn pada endotelial dari pembuluh-pembuluh darah,menyebabkan perdarahan kecil dan petekie pada jaringan cutaneus. perlu perhatian serius adanya perdarahan besar pada paru-paru, saluran pencernaan dan sistim saraf sentral atau terjadinya Dissemenated Introvaskuler Doagulation(DIC ).
Selain adanya gangguan fungsi dalam sumsum tulang, sel-sel leukemik merembes ke limpa, hati dan kelenjar limfe. Sel leukemik dapat juga menyerang ke sistem saraf sentral,kemungkinan besar pada arakhnoid dan kemudian terjadi peningkatan tekanan cairan intra kranial dan tanda-tanda meningitis seperti sakit pepala, letargi, muntah, dan edema pupil.

D. Klasifikasi
Menurut perjalanan penyakitnya dapat di bagi atas leukemia akut dan kronik. Dengan kemajuan pengobatan akhir-akhir ini, pasien leukemia limfoblastik akut dapat hidup lebih lama dari pada pasien leukemia Granulositik kronik. Dengan demikian pembagian akut dan kronik tidak lagi mencerminkan lamanyan harapan hidup. Namun pembagian ini masih menggmbarkan kecepatan tinbulnya gejala dan komplikasi.
Menurut jenisnya,leukemia dapat di bagi atas leukemia Mieloid dan Limfoid. Masing-masing ada yang akut dan kronik. Secara garis besar,pembagian leukemia adalah sbb:

1. Leukemia mieloid
a. Leukemia Granulositik Kronik (Leukemia Mieloid/Mielositik/Mielogenous Kronik)
Adalah suatu penyakiyt mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan sel granulosit yamh relatif matang. Leukemia mielogenus kronis(CML) juga dimasukan dalam keganasan sel sistem mieloid. Namun, lebih banyak terdapat sel normal dibanding pada bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang individu berusia dibawah 20 tahun, namun insidennya meningkat sesuai pertambahan usia.
1) Manifestasi klinis
Manifestasi klinis tersering dijumpai adalah rasa lelah, penurunan berat badan, rasa perih di perut, kadang-kadang rasa sakit di perut dan mudah mengalami perdarahan. Pada pemeriksaan fisik hamper selalu ditemukan splenomegali,yaitu pada 90%kasus.juga sering didapatkan nyeri tekan pada tulang dada dan hepatomegali.kadang-kadang terdapat purpura, perdarahan retina panas, pembesaran kelenjar getah bening dan kadang-kadang priapismus.
2) Penatalaksanaan
Pengotan dapat dilakukan per oral dengan obat-obatan sebagai berikut:
Tablet Busulfan (2mg)
Induksi : Bila leukosit 50.000/µl – 6mg/hari sampai dengan leukosit 5000-15.000/µl kemudian istirahat 2 minggu. Selanjutnya diteruskan dengan maintenance( pemberiannya disesuaikan dengan jumlah leukosit saat itu ).
Hydropurea 500mg
Dosis 15-25 mg/kg BB dalam 2 dosis per oral
3) Prognosis
Sebagian besar pasien leukemia granulositik kronik akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang krisis blastik. Kematian biasanyaakibat infeksi atau perdarahan.
b. Leukemia Granulositik Akut (leukemia myeloid/miolositik/mieloblastik/mielogenous akut)
Leukemia mielogenus akut (AML)mengenai sel system hematopoetik yang kelak berdiferensiasi kesemua sel myeloid, monosit, granulosit(basofil,netrofil,eosinofil), eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, AML lebih sering ditemukan pada laki-laki dari pada wanita. AML merupakan leukemia non limfositik yang paling sering terjadi.
1) Manifestasi klinis
Kebanyakan tanda dan gejala terjadi akibat berkurangnya produksi sel darah normal. Kepekaan terhadap infeksi terjadi akibat granulositopenia kekurangan granulosit, kelelahan dan kelemahan terjadi karena anemia, jumlah trombosit, poliferasi, sel lekemi dalam organ mengakibatkan berbagai gejala tambahan, nyeri akibat pembesaran limfa atau hati, masalah kelenjar limfa, sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal(sering terjadi pada leukemia limfositik), dan nyeri tulang akibat penyebaran sumsum tulang.
2) Penatalaksanaan
• Kemoterapi
• Obat yang biasa digunakan meliputi : daunorobicin, hydrochlorit (cerubidine), cytarabine (cyttosar-U), dan mercatopurine (purinethol).
• Asuhan pendukung terdiri dari pemberian produk darah dan penanganan infeksi dengan segera.
3) Prognosis
Pasien yang mendapatkan penanganan dapat bertahan hanya sampai 1 tahun, dengan kematian yang biasanya terjadi akibat infeksi/ perdarahan

2. Leukemia limfoid
a. Leukemia Limfositik Kronik
Leukemia limfositik kronik (LLK) cenderung merupakan kelainan ringan yang terutama mengenai individu antara usia 50-70 tahun, dan lebih sering ditemukan ada laki-laki dari pada wanita (2:1).
1) Manifestasi klinis
Berupa limfadenopati, hepatomegali, infiltrasi alat tubuh lain (paru, pleura, tulang, kulit)
2) Penatalaksanaan
Yang perlu diobati adalah pasien yang menunjukan progresifitas limfadenopati/splenomegali, anemia, trombositopenia atau gejala akibat tumor.
Obat-obatan yang dapat diberikan adalah:
• klorambusil : 0,1-0,3 mg/kg BB sehari per oral
• kortikosteroid : sebaiknya baru diberikan bila terdapat AIHA atau trombositopenia / demam tanpa sebab infeksi.
• Radioterapi dengan menggunakan sinar-X kadang-kadang menguntungkam apabila ada keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
3) Prognosis
Ketahanan hidup rata-rata pasien dengan leukemia limfositik kronik (LLK) adalah 7 tahun.
b. Leukemia Limfositik Akut
Leukemia limfoblastik akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas. Paling sering terjadi pada anak-anak dengan laki-laki lebih banyak dibanding perempuan dengan puncak insiden pada usia 4 tahun. Setelah usia 15 tahun LLA jarang terjadi.
1) Manifestasi klinis
Gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah, panas tanpa infeksi, purpura, nyeri tulang dan sendi, macam-macam infeksi, penurunan BB dan serimg ditemukan suatu masa abnormal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan splenomegali(86%);hepatomegali,limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis dan perdarahan retina.
2) Penatalaksanaan dan prognosis
Terapi LLA telah mengalami kemajuan, sekitar 60% anak mencapai ketahanan hidup sampai 5 tahun. Bentuk terapi utama adalah kemoterapi, radiasi untuk daerah kranius spinal dan injeksi intrafekal. obat kemoterapi dapat membantu mencegah kekambuhan pada sistem saraf pusat.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Temuan laboratorium berupa perubahan hitung sel darah spesifik
2. Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan proliferasi klonal dan penimbunan sel darah.

F. Komplikasi
Komplikasi yang berhubungan dengan leukemia dan pengobatannya,meliputi infeksi yang berhubungan dengan supresi sumsum tulang, perdararahan sehubungan dengan trombositopeni dan masalah-masalah neurologis yang berhubungan dengan hemoragis / infiltrasi leukemik dalam susunan saraf pusat (SSP) / leukostatis.




ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN LEUKEMIA

A. Pengkajian
1. Riwayat
a. Faktor resiko penyakit leukemia
b. Pekerjaan dan hobby
c. Riwayat penyakit yang lalu dan medis (adanya terpapar oleh radiasi ionisasi, atau obat-obat yang meningkatkan resiko anemia).
d. Infeksi (influensa, pneumonia, bronchitis).
e. Perdarahan (melalui gusi, hidung, meningkat saat menstruasi, rektum, hematuri).
f. Ketidakemampuan dalam aktifitas.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit anemis dan dingin
b. Pucat pada sekitar wajah, sekitar mulut dan kuku
c. Peteki pada seluruh permukaan kulit
d. Tanda-tanda infeksi/trauma pada kulit
e. HR meningkat, murmur (+)
f. RR meningkat
g. Hilang BB, nausea, anoreksia
h. Suara usus dan konstipasi
i. Ganggun saraf kranial,sakit kepala dan papiledema
3. Pengkajian Psikososial
a. Koping individu dan keluarga
b. Support sistem
c. Peran dalam keluarga dan masyarakat
d. Cemas, takut, dan perubahan konsep diri


B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuat pertahana sekunder: penekanan jumlah limfosit imatur,imunosipresi,penekanan sumsum tulang( efek terapi / transplantasi )
2. Resiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, dan diare karena kemoterapi.
3. Nyeri berhubungan dengan agen fisik, misal: pembesaran organ/ nodus limfe, sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemik.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan sekunder terhadap anemia
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit leukemia dan pengobatannya.

C. Perencanaan Dan Implementasi
1. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuat pertahanan sekunder:penekanan jumlah limfosit imatur, immunosupresi, pemekanan sumsum tulang ( terapi/transplantasi ).
Tujuan : potensial infeksi menurun dan tidak adanya tanda-tanda infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan.

INTERVENSI RASIONAL
 Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi, hindarkan penggunaan tanaman hidup/bunga potong.
 Berikan protokol untuk mencuci tangan yang baik bagi petugas dan pengunjung.
 Pantau TTV setiap 4 jam/lebih sering jika diperlukan.



 Berikan obat anti biotik, antijamur, dan obat-obat antimikrobial lainnya sesuai kebutuhan.
 Melindungi dari sumber potensial patogen/infeksi.



 Mencegah kontaminasi silang / menurunkan resiko infeksi.

 Demam/ hipotermia dapat mengindikasikan timbulnya infeksi pada pasien yang mengalami granulositopenia.

 Mencegah dan atau mengatasi agen-agen infeksi dalam pasien yang mengalami gangguan sistem imun.

2. Resiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, anorexia, dan diare karena kemoterapi.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi estela dilakukan tindakan keperawatan

INTERVENSI RASIONAL
 Timbang BB tiap hari


 Awasi TD dan frekuensi jantung


 Perhatikan adanya mual, demam


 Dorong cairan sampai 3-4 lt/hari bila masukan oral dimulai


 Kolaborasi :

- berikan cairan IV sesuai indikasi



- berikan obat sesuai indikasi : contoh ondansetron (zofran)  mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai kebutuhan
 perubahan dapat menunjukan efek hypovolemia (perdarahan/dehidrasi)
 mempengaruhi pemasukan, kebutuhan cairan dan rute penggantian
 meningkatkan aliran urine, mencegah pencetus asam urat dan meningkatkan pembersihan obat antineoplastik


 mempertahankan keseimbangan cairan/elektrolit pada tak adanya pemasukan melalui oral;menurunkan resiko komplikasi ginjal
 menghilangkan mual/muntah sehubungan dengan pemberian agen kemoterapi


3. Nyeri berhubungan dengan agen fisik,misal:pembesaran organ/nodus limfe, sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.

INTERVENSI RASIONAL
 Selidiki keluhan nyeri. Perhatikan perubahan pada derajat dan sisi (gunakan skala 0-10)

 Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non verbal, misal: tegangan otot, gelisah
 Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stress




 Bantu/berikan aktivitas terapeutik, tekhnik relaksasi
 Kolaborasi:
- Berikan obat sesuai indikasi: analgesic, contoh asetaminofen (tylenol)  Membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi; dapat diindikasikan terjadinya komplikasi
 Dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan keefektifan intervensi
 Meningkatkan istirahat dan meningkatkan kemampuan koping



 Membantu manajemen nyeri dengan perhatian langsung

 Diberikan untuk nyeri ringan yang tidak hilang dengan tindakan kenyamanan. Catatan: hindari produk mengandung aspirin karena mempunyai potensi perdarahan.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan sekunder terhadap anemia.
Tujuan : peningkatan toleransi aktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan.

INTERVENSI RASIONAL
 Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas atau aktivitas sehari-hari
 Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan. Dorong istirahat sebelum makan
 Implementasikan tehnik penghematan energi, contoh: lebih baik duduk dari pada berdiri. Bantu ambulasi/ aktivitas lain sesuai indikasi
 Kolaborasi:
- berikan oksigen tambahan  Efek leukemia., anemia, dan kemoterapi mungkin kumulatif( khususnya selama fase pengobatan akut dan aktif)
 Menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler/ penyembuhan jaringan
 Memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri




 Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan seluler


5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit leukemia dan pengobatannya.
Tujuan : menyatakan kondisi atau proses penyakit dan pengobatan setelah dilakukan tindakan keperawatan.

INTERVENSI RASIONAL
 Kaji ulang pathologi bentuk khusus leukemia dan berbagai bentuk pengobatan
 Berikan informasi yang jelas dan akurat dalam cara yang nyata tetapi sensitif. Jawab pertanyaan secara khusus, tetapi tidak memaksakan dengan detil yang tidak penting.
 Minta pasien untuk umpan balik verbal, dan perbaiki kesalahan konsep tentang tipe kanker individu dan pengobatannya  pengobatan dapat termasuk berbagai obat anti neoplastik, radiasi seluruh tubuh atau uluhati/limpa, tranfusi, dan/atau transplantasi sumsum tulang
 membantu penilaian diagnosa kanker, memberikan informasi yang diperlukan selama waktu menyerapnya
 kesalahan konsep tentang kanker lebih mengganggu dari pada kenyataan dan mempengaruhi pengobatan atau penurunan penyembuhan

D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1. Pasien mengidentifikan tindakan untuk mencegah atau menurunkan risiko infeksi
2. Pasien menunjukan volume cairan adekuat di buktikan oleh TTV stabil, nadi teraba, haluaran urine,berat jenis dan PH dalam batas normal.
3. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
4. Laporan peningkatan toleransi aktifitas yang dapat diukur.
5. Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan pengobatan.


PENUIUP

A. Kesimpulan
1. Leukemia adalah suatu penyakit kanker yang melibatkan proliferasi sel darah putih/ leukosit yang tidak normal, jumlahnya berlebihan, dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian.
2. Walaupun pada sebagian besar pasien leukemia faktor-faktor penyebanya tidak dapat di identifikasi, namun terdapat beberapa faktor yang terbukti dapat menyebaakan penyakit ini. Faktor-faktor tersebut adalah faktor genetik, sinar radioaktif dan virus.
3. Menurut jenisnya leukemia dapat dibagi atas leukemia mieloid dan limfoid. Masing-masing ada yang akut dan kronik. Secara garis besar, pembagiannya adalah sebagai berikut:
a. Leukemia mieloid
1) Leukemia granulositik kronik ( leukemia mieloid/mielositik/mielogenous kronik )
2) Leukemia mieloblastik akut ( leukemia mieloid/mielositik/granulositik/mielogenous akut )
b. Leukemia limfoid
1) Leukemia limfositik kronik
2) Leukemia limfositik akut

B. Saran
Setelah mengetahui dan memahami tentang penyakit leukemia dari sumber-sumber yang ada sebaiknya kita menghindari atau tidak berhubungan langsung dari radiasi dan bahan-bahan kimia onchogenic karena berisiko tinggi terhadap beberapa macam tipe leukemia.


DAFTAR PUSTAKA


Ni Luh Gede, Yasmin A. 1993. Proses Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. EGC: Jakarta.
Doengoes, Merilyen E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta. Media Aesculapius: Jakarta.
Corwin. J, Elisabeth. 2000. Buku Saku Pathofisiologi. EGC: Jakarta.
Gale, Daniele. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC: Jakarta.

Kamis, 28 Mei 2009

ASKEP GERONTIK KLIEN DENGAN ASMA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Badan Kesehatan Dunia sebanyak 100-150 juta penduduk dunia adalah penyandang asma, dan jumlah itu terus bertambah sebanyak 180.000 orang tiap tahun. Sejumlah informasi seperti di Kanada pada tahun 2003, asma merupakan penyebab hilangnya 24,5 juta hari kerja.

Rata-rata jumlah pasien perhari berkisar 25 orang. Sebagian besar adalah kelompok lanjut usia. Peralihan musim hujan ke kemarau membuat penderita asma meningkat, khususnya pada kelompok lanjut usia saat peralihan. Udara di malam hari sangat dingin sehingga faktor pencetus asma berubah menjadi manifestasi.

B. Tujuan Penulis

1. Memenuhi tugas mata kuliah Askep Gerontik

2. Untuk menambah pengetahuan penulis terutama lanjut usia tentang asma, sebagai informasi bagi tenaga kesehatan khususnya perawat tentang askep gerontik.

3. Memberitahu pembaca terutama lanjut usia supaya menjaga kondisi tubuh dan kesehatan dengan tidak terkena asma.

C. Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode studi pustaka, yaitu penulis mengambil informasi dari buku yang berkenaan dengan judul di atas.


BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Menurut Stein (1998), asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan oleh penyempitan yang intermitten pada saluran napas di banyak tingkat mengakibatkan terhalangnya aliran udara, sedangkan menurut Surya (1990), asma adalah obstruksi jalan napas generalisata yang bervariasi dalam hal spontanitas atau responnya terhadap pengobatan.

Asma adalah penyakit obstruksi jalan napas yang dapat pulih dan intermitten yang ditandai oleh penyempitan jalan napas, mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (Baughman, 2000).

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan asma adalah penyakit inflamasi obstruksi yang ditandai oleh episodik spasme otot polos dalam dinding saluran udara bronchial (spasme bronkus). Spasme bronkus ini menyempitkan jalan napas sehingga membuat pernapasan menjadi sulit (dispnea), menimbulkan bunyi mengi dan batuk.

B. Klasifikasi

Ada 2 bentuk asma : asma bronkhial menurut Subuea (2005), yaitu :

1. Asma esktrinsik, mulai pada usia muda, sering pada anak kecil

Gejala awal berupa ekzema/hay fever (bersin-bersin dengan ingus yang encer) hay fever dan eksema dapat timbul pada penderita yang berdasarkan sifat imunologik, peka terhadap alergen yaitu bahan yang terdapat dalam udara. Keadaan ini disebut atopi. Alergen yang telah lama dikenal ialah tepung sari dari bunga, rumput-rumputan, pohon, bulu kucing atau debu rumah.

2. Asma bronkhial intrinsik timbul pada usia yang lebih lanjut, hampir sepanjang hidup penderita ini tidak kita temukan suatu faktor alergi yang menjadi penyebabnya tetapi ditemukan kepekaan yang berlebihan dari bronkus terhadap sejumlah stimulus yang non alergi, misal : infeksi virus/bakteri dari bronkus, kadang-kadang kegiatan jasmani, kadang-kadang karena menghirup udara dingin.


C. Etiologi

Menurut Surya (1990) dalam buku Manual Ilmu Penyakit Paru, penyebab asma yaitu :

1. Faktor Predisposisi

a. Atopi

Gejala seperti rinitis musiman (hay fever) atau eksema maupun secara imunologis (berupa tes prick kulit yang positif terhadap satu atau lebih alergen, atau peningkatan kadar IgE serum.

b. Riwayat keluarga

Suatu riwayat keluarga asma seringkali diperoleh pada anamnesis.

2. Faktor Presipitasi

a. Latihan

Asma, terutama pada remaja, seringkali dicetuskan oleh latihan.

b. Suhu udara

Inhalasi udara kering dan dingin seringkali mencetuskan asma dan beberapa pasien mungkin mengalami mengi pada perubahan udara dingin menjadi panas.

c. Musim

Musim mempengaruhi asma melalui efeknya pada suhu udara, melalui terjadinya infeksi saluran napas atas atau melalui alergen “air borne” musiman.

d. Alergi

Alergen domestol yang paling umum menyebabkan asma adalah bulu binatang dan debu rumah, tetapi itu mungkin tidak mungkin diketahui atau dibuktikan hubungannya. Musiman terdiri dari serbuk sari pohon (musim semi), serbuk sarik rumput (musim panas) lumut (musim gugur) dan banyak yang lainnya.

e. Pekerjaan

f. Makanan dan minuman

Bahan pengawet (sulfur dioksida dalam minuman dan beberapa makanan kalengan), bahan pewarna (terutama tartrazine dalam makanan dan minuman) atau campuran (seperti rezin dan bahan lain dalam anggur).

g. Emosi

Emosi mungkin berperan dalam mencetuskan serangan asma pada orang yang sudah diketahui menderita asma.

h. Obat-obatan

Obat-obatan beta blocker akan memperburuk asma yang sudah ada, analgetik (terutama tetapi tak selalu aspirin) mungkin mencetuskan asma terutama pada pasien yang lebih tua yang juga mempunyai polip hidung.

i. Infeksi saluran napas atas

Merupakan pencetus yang umum untuk kambuhnya asma (Surya, 1990).

D. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya penyempitan saluran nafas pada asma disebabkan oleh adanya proses :

1. Kontraksi otot polos bronkus (bronkospasme)

2. Adanya hiperreaktifitas bronkus

3. Proses peradangan (inflamasi) saluran napas

(Samekto, 2002)

E. Manifestasi Klinis

Menurut Baughman (2002) adalah :

1. Gejala umum

a. Batuk

b. Dispnea

c. Mengi

2. Serangan asma

a. Seringkali terjadi pada malam hari

b. Mulai secara mendadak dengan batuk dan sensasi sesak dada

c. Kemudian pernapasan lambat, laborius, mengi

d. Ekspirasi lebih kuat dan lama dari inspirasi

e. Obstruksi jalan napas membuat sensasi dispnea

f. Batuk sulit dan kering pada awalnya, diikuti dengan batuk yang lebih kuat dengan sputum yang berbeda dari lendir encer.

g. Total serangan dapat berlangsung 30 menit sampai beberapa jam dan dapat menghilang secara spontan

3. Tanda-tanda lanjut

a. Sianosis sekunder akibat, hipoksia berat

b. Gejala-gejala retensi karbon inonoksida (misal : berkeringat, takikardia dan desakan nadi melebar)

4. Reaksi yang berhubungan

a. Eksem

b. Urtikaria

c. Edema angioneurotik

F. Pemeriksaan Penunjang

Menurur Samekto (2002) dan Suryo (1990) adalah :

1. Foto ronsen data

Biasanya normal pada saat diantara serangan asma kecuali pada asma yang berat dan lama (ketika terjadi inflamasi berlebihan dan penebalan dinding dada) atau jika tak terjadi komplikasi, seperti aspergilosis bronkhopulmonal.

2. Pemeriksaan laboratorium

- Darah : cosinofilia (5-15% total leukosit)

- Sputum : eosinofilis, spiral crushman, kristal charcot leyden

- Tes kulit dengan alergen

- Pengukuran kadar IgE serum

3. Pemeriksaan Radiologi

- Normal atau hiperinflasi

- Penting untuk mengetahui adanya komplikasi : pneumothorak, pneumonia, atelektasit, pneumomediastinum, dan lain-lain

4. Tes provokasi bronkus

Untuk menunjukkan adanya hiperreaktifitas bronkus :

- Provokasi beban kerja

- Provokasi dengan hiperventilasi isokaonik udara dingin

- Provokasi inhalasi dengan bahan :

a. Spesifik : alergen tertentu

b. Non spesifik : histamin, metakilin, prostaglandin F2 alfa

5. Anlisa gas darah

Pemeriksaan ini atas indikasi untuk menentukan derajat beratnya asma atau gagal nafas.

6. Pemeriksaan EKG

Untuk menentukan seberapa jauh pengaruh serangan asma terhadap jantung.

G. Penatalaksanaan

Menurut Baughman (2000) adalah :

1. Terapi obat

- Agonis beta

- Metilsantin

- Antikolinergik

- Kortikosteroid

- Inhibitor sel mast

2. Penatalaksanaan asma tergantung atas beratnya serangan, berdasarkan anjuran WHO penatalaksanaan asma secara global (GINA : Global Initiative for Asthma) sebagai berikut :

Menurut Samekto (2000)

Tujuan umum terapi asma adalah :

a. Pertahankan aktifitas normal, pekerjaan sehari-hari

b. Pertahankan faal paru mendekati normal

c. Cegah gejala kronik dan eksaserbasi

d. Hindari efek samping obat-obatan asma

3. Pencegahan

Menurut Baughman (2000) adalah :

a. Evaluasi dan identifikasi protein asing yang mencetuskan serangan

b. Lakukan uji kulit terhadap bahan dan matras dan bantal jika serangan terjadi pada malam hari

c. Lakukan uji kulit yang dibuat dengan senyawaan kerokan antigen dari rambut atau kulit jika serangan tampak berkaitan dengan binatang

d. Hindari pemajanan terhadap bercak serbuk yang membahayakan, misal : tinggal dalam ruangan ber-AC selama musim serbuk atau jika memungkinkan ubah zona iklim

e. Cegah asma yang diakibatkan oleh latihan (EIA) dengan melakukan inspirasi udara pada 37ºC dan kelembaban relatif 100%

f. Tutup hidung dan mulut dengan masker untuk aktivitas yang menyebabkan serangan


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Menurut Nugroho (2000) :

1. Temperatur

- Mungkin serendah 95ºF (hipotermi) ± 35ºC

- Lebih teliti diperiksa di sublingual

2. Pulse (denyut nadi)

- Kecepatan, irama, volume

- Apikal, radial, pedal

3. Respirasi (pernafasan)

- Kecepatan, irama, kedalaman

- Tidak teraturnya pernafasan

4. Tekanan darah

- Saat baring, duduk, berdiri

- Hipotensi akibat posisi tubuh

5. Berat badan perlahan-lahan hilang pada tahun-tahun terakhir

6. Tingkat orientasi

7. Memory (ingatan)

8. Pola tidur

9. Penyesuaian psikososial

10. Sistem persyarafan

a. Kesimetrisan raut wajah

b. Tingkat kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak

- Tidak semua orang menjadi snile

- Kebanyakan mempunyai daya ingatan menurun atau melemah

c. Mata : pergerakan, kejelasan melihat, adanya katarak

d. Pupil : kesamaan, dilatasi

e. Ketajaman penglihatan menurun karena menua :

- Jangan dites di depan jendela

- Pergunakan tangan atau gambar

- Cek kondisi kacamata

f. Sensory deprivation (gangguan sensorik)

g. Ketajaman pendengaran

- Apakah menggunakan alat bantu dengar

- Tinutis

- Serumen telinga bagian luar, jangan dibersihkan

h. Adanya rasa sakit atau nyeri

11. Sistem kardiovaskuler

a. Sirkulasi perifer, warna dan kehangatan

b. Auskultasi denyut nadi apikal

c. Periksa adanya pembengkakan vena jugularis

d. Pusing

e. Sakit

f. Edema

12. Sistem gastrointestinal

a. Status gizi

b. Pemasukan diet

c. Anoreksia, tidak dicerna, mual dan muntah

d. Mengunyah dan menelan

e. Keadaan gigi, rahang dan rongga mulut

f. Auskultasi bising usus

g. Palpasi apakah perut kembung ada pelebaran kolon

h. Apakah ada konstipasi (sembelit) diare adan inkondinensia alui

13. Sitem genitourinarius

a. Warna dan bau urine

b. Distensi kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan untuk buang air kecil)

c. Frekuensi, tekanan atau desakan

d. Pemasukan dan pengeluaran cairan

e. Disuria

f. Seksualitas

- Kurang minat untuk melaksanakan hubungan seks

- Adanya kecacatan sosial yang mengarah keaktivitas seksual

14. Sistem kulit

a. Kulit

- Temperatur, tingkat kelembaban

- Keutuhan luka, luka bakar, robekan

- Turgor (kekenyalan kulit)

- Perubahan pigmen

b. Adanya jaringan parut

c. Keadaan kuku

d. Keadaan rambut

e. Adanya gangguan-gangguan umum

15. Sistem mukuloskeletal

a. Kontraktur

- Atrofi otot

- Mengecilkan tendo

- Ketidakadekuatannya gerakan sendi

b. Tingkat mobilitas

- Ambulasi dengan atau tanpa bantuan/peralatan

- Keterbatasan gerak

- Kekuatan otot

- Kemampuan melangkah atau berjalan

c. Gerakan sendi

d. Paralisis

e. Kifosis

16. Psikososial

a. Menunjukkan tanda-tanda meningkatkannya ketergantungan

b. Fokus-fokus pada diri bertambah

c. Memperlihatkan semakin sempitnya perhatian

d. Membutuhkan bukti nyata akan rasa kasih sayang yang berlebihan

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi serta Rasional

1. Diagnosa : Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental (Doenges, 1999)

Intervensi

Rasional

1. Auskultasi bunyi napas

Catat adanya bunyi napas, misal : mengi, krekels, ronchi

1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat tak dimanifestasi-kan adanya bunyi napas adventisius, misal : penyebaran krekels basah (bronkhitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau tidak adanya bunyi napas (asma berat)

2. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi

2. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut

3. Catat adanya/derajat dispnea, misal : keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu

3. Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misal : infeksi, reaksi alergi

4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misal : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur

4. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi

5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal : debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu

5. Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut

6. Dorong/bantu latihan napas abdomen/bibir

6. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara

7. Kolaborasi dalam pemberian obat, misal

- Bronkodilator : Biagonis, epinefrin

- Xantin : aminofilin, oxtrifilin

7. Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi, inhalasi

2. Diagnosa : Pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) (Doenges, 1999)

Intervensi

Rasional

1. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang

1. Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit

2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/ toleransi individu

2. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas

3. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa

3. Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasi beratnya hipsemia.

4. Dorong mengeluarkan sputum : penghisapan bila diindikasikan

4. kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tak efektif.

5. Awasi tingkat kesadaran/status mental, selidiki adanya perubahan

5. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/ somnolen menunjukkan disfungsi sentral yang berhubungan dengan hipoksemia

3. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah. (Doenges, 1999)

Intervensi

Rasional

1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi BB dan ukuran tubuh.

1. Pasien distres pwernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat

2. Auskultasi bunyi usus

2. Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan masukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia.

3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.

3. Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegahan utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.

4. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

4. Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma dan dapat meningkatkan dispnea.

5. Hindari makanan yang sangat panas atau dingin.

5. Suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.

4. Diagnosa : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama. (Doenges, 1999)

Intervensi

Rasional

1. Awasi suhu

1. Demam dapat terjadi karena infeksi/ dehidrasi

2. Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adekuat.

2. Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi paru.

3. Observasi warna, karakter, bau sputum.

3. Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.

4. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

4. Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.

5. Diagnosa : Kurang pengetahuan tentang kondisi berhubungan dengan kurang informasi (Doenges, 1999)

Intervensi

Rasional

1. Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu. Dorong pasien/ orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan.

1. Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.

2. Instruksikan/kuatkan rasional untuk latihan napas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.

2. Napas bibir dan abdominal/ diafragmatik menguatkan otot pernapasan, membantu meminimalkan kolaps jalan napas kecil dan memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea.

3. Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.

3. Pasien sering mendapat obat pernapasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hampir sama dan potensial interaksi obat.

4. Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler (matered dose inhaler/MDI) seperti bagaimana memegang, interval semprotan 2-5 menit, bersihkan inhaler.

4. Pemberian yang tepat obat meningkatkan penggunaan dan keefektifan.

5. Sistem alat ukur mencatat obat intermiten/penggunaan inhaler.

5. Menurunkan risiko penggunaan tak tepat/kelebihan dosis dari obat kalau perlu, khususnya selama eksaserbasi akut, bila kognitif terganggu.


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Tn. S
LANJUT USIA DENGAN ASMA

A. PENGKAJIAN

1. Pengumpulan Data

a. Data Biografi

Nama : Bp. S

TTL : 10 Oktober 1940

Pendidikan Terakhir : SR

Agama : Islam

Status Perkawinan : menikah

TB / BB : 165 cm / 58 kg

Penampilan umum :

Ciri-ciri tubuh : tinggi, kurus, badan masih terlihat bugar

Alamat : Bulakpelem RT/RW 01/02 No. 30 Sragi

Orang terdekat yang bisa dihubungi :

Hubungan dengan lansia : anak / tetangga

Alamat & No. Telp : Bulakpelem, Sragi

b. Riwayat Keluarga

1) Pasangan

Masih hidup, bernama Ibu M, keadaan sehat, pekerjaan ibu rumah tangga, alamatnya tinggal bersama suaminya 9istri kedua), istri pertama meninggal.

2) Anak

Dari istri pertama mempunyai anak 3, 2 anak sudah berkeluarga, tinggal 1 anak belum menikah tinggal bersama Bp. S. Dari istri kedua mempunyai anak 3 orang, anak pertama sudah berkeluarga tapi tidak serumah, anak kedua masih SMA, dan anak ke-3 SMP, keduanya tinggal serumah.


Genogram :


Ket :

: laki-laki

: perempuan

: laki-laki meninggal

: perempuan meninggal

: pasien

: tinggal dalam satu rumah

c. Riwayat Pekerjaan

Bpk S mengatakan sudah tidak bekerja lagi, anaknya yang dari istri pertama yang tinggal serumah menjadi tulang punggung.

d. Riwayat Lingkungan Hidup

Tempat tinggal di rumah, ada 5 orang yang tinggal dalam satu rumah.

e. Riwayat rekreasi

Bpk S mengatakan kadang ikut pengajian, kadang di rumah atau berkunjung ke rumah anaknya di luar kota.

f. Sistem Pendukung

Apabila Bpk S asmanya kambuh maka dibawa ke dokter, puskesmas bahkan pernah di opname di RSUD Kraton selama 4 hari. Jarak puskesmas ke rumah kurang lebih 4 km.

g. Deskripsi Kekhususan

Ketika asma kambuh Bpk S kadang menggunakan kompres hangat, selain itu minum obat tradisional seperti mengkudu, mengurangi asin. Klien mengatakan bahwa klien belum mengerti dan tahu bagaimana cara menanggulangi asma.

h. Status Kesehatan

1) Status kesehatan saat ini

a) Bpk S tadinya menderita asma dari tahun 2007 ketika tahun 2008 / ketika dilakukan pengkajian asma klien sudah sembuh/jarang kambuh. Ketika klien ditanyakan obat asma apa yang pernah dikonsumsi, klien mengatakan lupa.

b) Status imunisasi, klien tidak menjalani imunisasi.

c) Alergi, Bpk S tidak mempunyai alergi terhadap makanan, bulu binatang, akan tetapi jika terjadi perubahan cuaca, klien merasa sesak napas.

d) Penyakit yang diderita saat ii, tadinya asma, asma sembuh.

e) Diit, tidak ada masalah terhadap nafsu makan hanya saja klien masih menggunakan garam berlebih.

2) Status kesehatan masa lalu

Bpk S mengatakan dari kecil Bpk S tidak pernah menderita penyakit serius/kronis hanya saja kadang pilek, demam, batuk. Tapi ada riwayat asma dari keluarga sebelumnya.

i. ADL (activity daily living) berdasarkan indeks KATZS

Berdasarkan pengkajian didapatkan data bahwa : kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian, mandi, maka skore A.

j. Tinjauan Sistem

1) Keadaan umum

a) Baik, tapi dalam berbicara sepertti terengah-engah. Posisi duduk dengan kedua tangan memegang lutut, badan dicondongkan ke depan, nafsu makan baik, tidak ada masalah. Dalam 1 minggu ini klien mengeluh demam, keringat dingin kadang-kadang (apabila batuk pada malam hari)

TD : 150/80mmHg

Nadi : 86 x/menit

Suhu : 37°C

Rr : 22 x/menit

b) Tingkat kesadaran : kompos mentis

c) Skala Cana Glasgolo (GCS)

(1) Respon pembukaan mata : 4

(2) Respon verbal : 5

(3) Respon motorik : 6

———

15

d) TTV

TD : 150/80mmHg

Nadi : 86 x/menit

Suhu : 37°C

Rr : 22 x/menit

e) Sistem kardiovaskular

Nyeri dada tidak ada, sesak napas ada jika klien melakukan aktivitas berat.

f) Sistem pernafasan

Inspeksi : tidak ada benjolan, ketika bicara seperti terengah-engah

Palpasi : foral femitus kanan dan kiri sama

Perkusi : suara sonor

Auskultasi : suara vesikuler

Sesak jika aktivitas berat, batuk biasanya pada malam hari

g) Sistem integumen

Kulit sudah tidak elastis, Turgor kulit dicubit kembali ke keadaan semula agak lama tidak priritus, ada perubahan pigmentasi seperti ada bercak-bercak hitam dibagian tubuh pasien, rambut berwarna kelabu (beruban), kuku sudah tidak bening.

h) Sistem perkemihan

Klien mengatakan urin keluar lancar dan tidak ada keluhan

i) Sistem muskuloskeletal

Klien mengatakan persendiannya sering sakit, sendi kaku, tapi tidak ada deformitas, nyeri punggung dan sering pegal

j) Sistem endokrin

Adanya pigmentasi kulit berupa bercak-bercak hitam pada tubuh klien, rambut berwarna keabu-abuan (beruban)

k) Sistem imun

Sistem imun agak berkurang yaitu dengan seingnya pasien terkena flu, demam, sakit kepala, kaki sering gemetar

l) Sistem Gatrointestinal

Mual jika gosok gigi kadang ingin muntah, tidak hemoroid, defekasi lancar tapi kadang konstipasi, nafsu makan masih baik

m) Sistem Reproduksi

Klien mengatakan tidak mempunyai penyakit kelamin

n) Sistem Persyarafan

Klien mengatakan sering pusing, kesemutan, gemetaran terutama pada bagian kaki

o) Hemopoetik

Tidak ada pembekakan kelenjat limfe, tidak anemia (konjungtiva merah muda), tidak pernah transfusi darah

p) Kepala

Tidak ada luka di kepala, sakit kepala

q) Mata

Tidak memakai lensa kontak, penglihatan sudah agak kabur

r) Telinga

Fungsi pendengaran sudah agak berkurang

s) Hidung

Fungsi penciuman masih normal, keluhan kadang flu (dalam seminggu ini)

t) Mulut/Tenggorokan

Perubahan suara (ketika berbicara terengah-engah), tidak memakai gigi palsu, tidak sakit tenggorokan

u) Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar titoid

v) Payudara

Tidak ada benjolan

k. Status Kognitif/Afektif/Sosial

1) Status kognitif : mengetahui fungsi intelektual, dengan shart pottable mental status questionare (SPMSQ)

Pertanyaan Jawaban

1. Tanggal berapa hari ini? 27

2. Hari apa sekarang Minggu, 27

(hari, tanggal, bulan, tahun)

3. Apa nama tempat ini? Bulak Pelem

4. Berapa nomor telepon anda? Tidak punya

4a. Dimana alamat anda? Bulak Pelem, Rt/Rw: 01/02 No. 30

5. Berapa umur anda? 59 tahun

6. Kapan anda lahir tahun 50-an

7. Siapa presiden Indonesia sekarang? SBY

8. Siapa presiden sebelumnya Soeharto

9. Siapa nama kecil ibu anda? Lupa

10. 20 - 3 berapa ? 17

Penilaian SPMSQ

Kesalahan 6 → kesalahan (5-7) → fungsi inteletual sedang

2) Status afektif : untuk mengetahui tingkat depresi dengan inventaris depresi back

Skore

Urutan

0

0

1

0

0

0

0

0

1

0

1

0

0

A. Kesedihan

Saya merasa sedih

B. Pesimisme

Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan

C. Rasa Kegagalan

Saya merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya

D. Ketidakpuasan

Saya tidak merasa tidak puas

E. Rasa Bersalah

Saya merasa sangat bersalah

F. Tidak Menyukai Diri Sendiri

Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri

G. Membahayakan Diri Sendiri

Saya tidak merasa mempunyai pikiran-pikiran mengenai membayakan diri sendiri

H. Menarik Diri dari Sosial

Saya tidak kehilangan minat kepada orang lain

I. Keragu-raguan

Saya berusaha mengambil keputusan

J. Perubahan Gambaran Diri

Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari sebelumnya

K. Kesulitan Kerja

Saya memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan sesuatu

L. Keletihan

Saya tidak lebih lelah dari biasanya

M. Anoreksia

Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya

Penilaian : Jumlah 5 → depresi ringan. Ket : (Jumlah 5 – 7 → depresi ringan)

3) Status sosial : Apgar Keluarga

APGAR KELUARGA

No

Fungsi

Uraian

Skor

1.

Adaptasi

Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (teman-teman) saya untuk membantu pada waktu saya mengalami kesusahan

2

2.

Hubungan

Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan masalah dengan saya

1

3.

Pertumbuhan

Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas baru

1

4.

Afeksi

Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-emosi saya, seperti marah, sedih dan mencintai

1

5.

Pemecahan

Saya puas dengan cara keluarga (teman0teman) saya menyediakan waktu bersama saya

1

6

Penilaian :

Nilai 4 – 6 : disfungsi keluarga sedang

Milai 6 maka disfungsi keluarga sedang

1. Pengelompokan Data

DS : - Tn. S mengatakan jika terjadi perubahan cuaca klien merasa sesak nafas

- Tn. S mengatakan asma jarang kambuh

- Tn. S mengatakan menggunakan garam lebih

- Tn. S mengatakan nafsu makan baik tidak ada masalah

- Tn. S mengatakan sesak nafas jika melakukan aktivitas berat

- Tn. S mengatakan persendian sakit

- Tn. S mengatakan nyeri punggung dan sering pegal

- Tn. S mengatakan kadang pilek, demam, dan batuk

- Tn. S mengatakan ada riwayat asma dikeluarga sebelumnya

- Tn. S mengatakan bahwa klien belum mengerti dan belum tahu bagaimana cara menanggulangi asma

- Tn. S mengatakan bahwa dahulu tidak menjalani imunisasi

DO : - Dalam berbicara terengah-engah

- Waktu duduk kedua tangan memegang lutut, badan di condongkan ke depan

- TD : 150/80 mmHg - N : 86 x/mnt

- S : 370 C - Rr : 22 x/mnt

- Tidak ada deformitas sendi kaku

- Sistem imun menurun ditandai dengan : pasien rentan terkena flu, demam, sakit kepala

- Fungsi interektual sedang

- Depresi ringan

- Disfungsi keluarga sedang

- Keluar keringat dingin pada malam hari apabila batuk

2. Analisa Data

a. DS : - Jika terjadi perubahan cuaca klien akan merasa sesak nafas

- Ada riwayat asma dikeluarga sebelumnya

- Dahulu klien tidak mengikuti imunisasi

- Sesak nafas jika melakukan aktivitas berat

- Klien mengatasakan batuk pada malam hari disertai keringat dingin

DO : - Klien ketika berbicara terengah-engah

- Posisi duduk kedua tangan memegang lutut, badan dicondongkan ke depan

- Rr : 22 x/mnt

E : Gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh spasme bronkus, jebakan udata)

P : Resiko terjadi asma berulang

Dx : Resiko terjadi asma berulang

b. DS : - Klien mengatakan bahwa pasien rentan terkena flu, demam, sakit kepala

- Klien mengatakan batuk pada malam hari, kadang disertai keringat dingin

DO : - Rr : 22 x/mnt

- N : 86 x/mnt

- Usia 68 tahun, maka sistem imun berkurang

E : Tidak adekuatnya imunitas, pertahanan utama (penurunan kerja silia)

P : Resiko tinggi terhadap infeksi

Dx : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, pertahanan utama (penurunan kerja silia)

c. DS : Klien mengatakan bahwa klien belum mengerti dan belum tahu bagaimana cara menanggulangi asma

DO : - Ketika ditanya bagaimana cara mengatasi asma, klien mengatakan tidak tahu

- Fungsi intelektual sedang

- Pasien lansia berumur 68 tahun

E : Kurang informasi, kurang mengingat

P : Kurang pengetahuan mengenai begaimana cara mengatasi/menanggulangi asma

Dx : Kurang pengetahuan mengenai bagaimana cara mengatasi/ menanggulangi asma berhubungan dengan kurang informasi, kurang mengingat

3. Prioritas Masalah

a. Resiko terjadi asma berulang

b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas pertahanan utama (penurunan kerja silia)

c. Kurang pengetahuan mengenai bagaimana cara mengatasi/menanggulangi asma berhubungan dengan kurang informasi, kurang mengingat


RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

1

Resiko terjadi asma berulang, ditandai dengan :

DS :

- Jika terjadi perubahan cuaca klien akan merasa sesak nafas

- Ada riwayat asma dalam keluarga

- Sesak nafas jika melakukan aktivitas berat

- Klien batuk pada malam hari disertai keringat dingin

DO :

- berbicara terengah-engah

- Posisi duduk condong ke depan sambil memegang lutut. Rr : 22 x/mnt

Setelah dilakukan kunjungan keperawatan selama 1 kali, maka klien dapat :

- Jika terjadi perubahan cuaca klien akan merasa sesak nafas

- Sesak berkurang jika beraktivitas

- Klien tidak batuk pada malam hari

- Berbicara tidak terengah-engah

- Posisi duduk tegap tidak condong ke depan

- Rr : normal

- Kaji frekuensi dan kedalaman nafas, ketidakmampuan bicara

- Anjurkan untuk tinggalkan kepala tempat tidur/ bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas

- Identifikasi penyebab

- Anjurkan untuk mengeluarkan sputum

- Anjurkan klien untuk menghindari agen sedatif

- Hindari agen penyebab asma (misal lingkungan dengan suhu eksterm, serbuk, asap tembakau, populasi, udara, dan lain-lain)

- Berguna dalam evaluasi derajat disters pernapasan/kronisnya proses penyakit

- Pengiriman O2 dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi

- Sebagai salah satu cara untuk menentukan intervensi secara tepat

- Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil

- Dapat menekan pernafasan dan melindungi mekanisme batuk

- Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronkheia

2

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, pertahanan utama (penurunan kerja silia). Ditanda dengan :

DS :

- Klien mengatakan bahwa pasien rentan terkena flu, demam, sakit kepala

- Klien mengatakan batuk pada malam hari, kadang disertai keringat dingin

DO :

- Rr : 22 x/mnt

- N : 86 x/mnt

- Usia : 68 tahun, maka sistem imun berkurang

Setelah dilakukan kunjungan keperawatan selama 1 x maka :

- Klien dapat menjaga kondisi tubuh agar tidak rentan terhadap penyakit

- Klien tidak rentan terhadap batuk terutama pada malam hari yang kadang disertai keringat dingin

- TTV dipertahankan

- Anjurkan pasien untuk awasi suhu (mis : jika terjadi panas)

- Kaji pentingnya latihan nafas, perubahan posisi sering (mis : berikan posisi semifowler jika sesak kambuh)

- Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas yang dapat dikerjakan oleh klien

- Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuang tisue, tekankan cuci tangan yang benar

- Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat

- Demam dapat terjadi karena infeksi/dehidrasi

- Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru

- Menurunkan konsumsi atau kebutuhan keseimbangan O2 meningkatkan penyembuhan

- Mencegah penyebaran patogen melalui cairan

- Malnutrisi dapat mempengaruhi kes umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi

3

Kurang pengetahuan tentang bagaimana cara mengatasi/menanggulangi asma berhubungan dengan kurang infromasi, kurang mengngat, ditandai dengan :

DS :

- Klien mengatakan bahwa klien belum mengerti dan belum tahu bagaimana cara menanggulangi asma

DO :

- Ketika ditanya bagaimana cara mengatasi asma, klien mengatakan tidak tahu

- Fungsi intelektual sedang

- Pasien lansia umu 68 tahun

Setelah dilakukan kunjungan keperawatan selama 1 x maka :

- Klien tahu tentang asma dan tanda gejalanya

- Klien tahu cara menanggulangi asma/mencegah asma

- Jelaskan proses penyakit individu

- Instruksikan untuk latihan nafas dan batuk efektif

- Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan

- Nafas bibir dan nafas abdominal/diagfragmatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan membentu mengontrol dispnea


IMPLEMENTASI

No. Dx

Tindakan

Respon

1.

1. Mengukur TTV

2. Menganjurkan klien untuk meninggikan kepala tempat tidur jika klien merasa berat

3. Menganjurkan klien mengeluarkan sputum, jika sputum banyak dan menutupi jalan nafas

4. Menanyakan penyebab kambuhnya sama

5. Menganjurkan klien untuk menghindari agar penyebab asma misal : lingkungan suhu yang eksterm, serbuk, asap tembakau

S : klien mengatakan sering pusing, kadang sesak

O : Suhu 370 C Rr : 22 x/mnt

N: 86 x/mnt TD: 50/80 mmHg

S : Klien akan melakukannya

O :

S : Klien mengatakan sputum sedikit

O : Sputum sedikit

S : Klien mengatakan asma kambuh jika terjadi perubahan cuaca eksterm

O :

S : Klien mengatakan tidak merokok dan berusaha/mau menghindari agen penyebab

O : klien tidak merokok

2.

1. Mengukur suhu

2. Menganjurkan klien latihan nafas dalam, batuk efektif

3. Menganjurkan klien untuk banyak istirahat

4. Menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas yang dapat dikerjakan klien

5. Menganjurkan klien untuk mem buang tisue dan menganjurkan untuk mencuci tangan, jika akan melakukan sesuatu (mis : makan)

6. anjurkan untuk mempertahankan nutrisi adekuat

S : Klien mengatakan badan tidak panas tapi kadang-kadang demam

O : S : 370 C

S : Klien bersedia diajarkan batuk efektif

O : Klien mencoba batuk efektif dan nafas dalam

S : Klien bersedia untuk istirahat

O : Klien tidak banyak melakukan aktivitas

S : Klien bersedia melakukan aktivitas

O :

S : Klien bersedia melakukan anjuran yaitu mencuci tangan jika akan makan

O :

S : klien bersedia untuk makan

O :


EVALUASI

No.

SOAP

1.

S : - Klien mengatakan sering pusing, kadang sesak
- Klien mengatakan sputum yang dihasilkan sedikit

O : S : 37°C - Klien tidak merokok
N : 86 x/menit - Sputum sedikit
Rr : 22 x/menit
TD : 150/180 mmHg

A : Masalah resiko asma kambuh belum teratasi

P : Lanjutkan rencana tindakan

- Anjurkan klien untuk mengeluarkan sputum jika sputum yang dihasilkan banyak

- Anjurkan klien untuk menghindari agen penyebab misal debu dll.

2.

S : - Klien mengatakan badan tidak panas, tapi kadang-kadang lemas
- Klien bersedia diajarkan batuk efektif dan klien mau istirahat
- Klien tidak terkena flu, tapi rentan

O : - S : 37°C
- Klien tidak banyak melakukan istirahat
- Klien membuang tisu pada tempatnya dan klien mencuci tangan jika
akan makan

A : Masalah resiko tinggi terhadap infeksi belum teratasi

P : Lanjutkan rencana tindakan

- Anjurkan klien untuk memantau suhu (misal jika panas)

- Anjurkan untuk banyak minum

3.

S : - Klien mengerti tantang asma dan tanda, gejalanya
- Klien tahu cara mencegah asma agar tidak kambuh

O : - Klien bisa menyebutkan pengertian asma dan tanda, gejala
- Klien dapat menyebutkan salah satu cara pencegahan asma

A : Masalah kurang pengetahuan tentang asma teratasi

P : Rencana tindakan selesai


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asma adalah penyakit inflamasi obstruksi yang ditandai oleh periode episodik spasma otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronchial (spasma bronkus). Spasma bronkus ini menyempitkan jalan nafas sehingga membuat pernafasan menjadi sulit (dispneal), menimbulkan bunyi mengi dan batuk.

Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. S dengan asma didapatkan data seperti : klien akan sesak jika terjadi perubahan cuaca yang ekstrim, ada riwayat asma sebelumnya, sesak nafas jika melakukan aktifitas berat, berbicara terengah-engah dan posisi duduk kedua tangan memegang lutut, badan dicondongkan ke depan maka diagnosa yang muncul yaitu : risiko terjadi asma berulang. Agar asma itu tidak kambuh maka dilakukan intervensi seperti menganjurkan untuk menghindari penyebab asma misalnya lingkungan dengan suhu ekstrim, polusi udara, serbuk, dan lain-lain.

B. Saran

  1. Jika penderita asma maka kita harus bisa menghindari alergen yang bisa menimbulkan asma, misal perubahan cuaca ekstrim, makanan, bulu kucing, debu, dan lain-lain.
  2. Gunakanlah masker jika asma ditimbulkan oleh debu
  3. Bagi perawat hendaknya bisa memberikan asuhan keperawatan pada pasien asma khususnya lansia agar bisa mencegah agar tidak kambuh lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik – ed 2. Jakarta : EGC.

Samekto, Widiastuti. 2002. Asma Bronkiale. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Subuea, Hardin, dkk. 2005. Ilmu Penyakit Dalam, cet kedua. Jakarta : Rineka Cipta.

Stein, jay H. 1998. Panduan Klinik Penyakit Dalam – ed. 3. Jakarta : EGC.

Surya A, Djaja. 1990. Manual Ilmu Penmyakit Paru. Jakarta : Binarupa Aksara.

http://www.kompas.com diperoleh 25 Oktober 2008.